Bab 1: Wajib Haji dan Keutamaannya, dan Firman Allah,
"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari
(kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu)
dari semesta alam."(Ali Imran: 97)
750. Abdullah bin Abbas r.a. berkata,
"Al-Fadhl bin Abbas mengiringi Rasulullah, lalu datang seorang wanita dari
Khats'am. Kemudian al-Fadhl melihat kepadanya dan wanita itu melihat Fadhl.
Lalu, Nabi mengalihkan wajah al-Fadhl ke arah lain. Wanita itu berkata, 'Wahai
Rasulullah, sesungguhnya Allah mewajibkan hamba-Nya untuk haji. Ayahku terkena
kewajiban itu, namun ia sudah tua bangka, tidak kuat duduk di atas kendaraan.
Apakah saya menghajikannya?' Beliau menjawab, 'Ya.' Hal itu pada Haji
Wada'."
Bab 2: Firman
Allah, "Niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan
mengendarai unta kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh supaya mereka
mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka." (al-Hajj: 27-28)
751. Ibnu Umar r.a. berkata, "Saya melihat Rasulullah mengendarai
kendaraannya di Dzul Hulaifah. Kemudian beliau membaca talbiyah dengan suara
keras sehingga kendaraan itu berdiri tegak."
752. Jabir bin-Abdullah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah memulai ihram dari
Dzul Hulaifah. Yaitu, ketika beliau telah siap berada di atas kendaraan beliau.
Diriwayatkan oleh Anas dan Ibnu Abbas.[1]
Bab 3: Melakukan
Haji dengan Naik Kendaraan
Umar r.a. berkata, "Pergilah dengan
berkendaraan untuk mengerjakan ibadah haji. Sebab, sesungguhnya haji itu adalah
salah satu dari dua macam jihad."[2]
753. Abu Tsumamah bin Abdullah bin Anas
berkata, "Anas menunaikan haji di atas kendaraan, dan ia itu bukan orang
yang pelit. Ia menceritakan bahwa Rasulullah menunaikan haji dengan naik
kendaraan. Kendaraan itulah yang mengangkut beliau dan barang-barang
beliau."
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan secara bersanad
juga secara mu'allaq bagian dari hadits Aisyah yang tertera pada nomor 178 di
muka.")
Bab 4: Keutamaan Haji Mabrur
754. Abu Hurairah r.a. berkata, "Nabi
ditanya, 'Amal apakah yang lebih utama?' Beliau bersabda, 'Iman kepada Allah
dan Rasul-Nya.' Ditanyakan, 'Kemudian apa?' Beliau bersabda, 'Berjuang di jalan
Allah.' Ditanyakan, 'Kemudian apa?' Beliau bersabda, 'Haji yang mabrur.'"
755. Aisyah Ummul Mukminin r.a. berkata, "Wahai Rasulullah, kami melihat
bahwa jihad (berperang) itu seutama-utama amal, apakah kami tidak perlu
berjihad?" Nabi saw. bersabda, 'Tidak, bagi kalian jihad yang paling utama
adalah haji mabrur." (Dalam satu riwayat: Rasulullah ditanya oleh
istri-istri beliau tentang haji, lalu beliau bersabda, "Sebaik-baik jihad
adalah haji." 3/221)
756. Abu Hurairah r.a. berkata, "Saya mendengar Nabi bersabda,
'Barangsiapa yang haji (ke Baitullah 2/209) karena Allah, ia tidak berkata
porno dan tidak fasik (melanggar batas-batas syara'), maka ia pulang seperti
hari ketika dilahirkan oleh ibunya.'"
Bab 5: Ketentuan Miqat-Miqat Ibadah Haji dan Umrah
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya bagian dari hadits Ibnu Umar yang
tercantum pada nomor 88 di muka.")
Bab 6: Firman
Allah, "Berbekallah, sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah takwa."
(al-Baqarah: 197)
757. Ibnu Abbas r.a. berkata,
"Penduduk Yaman pergi haji dan mereka tidak menyiapkan bekal apa pun untuk
perjalanan mereka. Bahkan, mereka berkata, 'Kita semua bertawakal kepada
Allah.' Apabila mereka telah tiba di Mekah, mereka meminta-minta kepada orang
banyak. Kemudian Allah menurunkan ayat yang berbunyi, 'Berbekallah, dan
sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.'"
Bab 7: Tempat Ihram Penduduk Mekah Untuk Haji dan Umrah
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas yang akan disebutkan
sesudah bab berikut ini.")
Bab 8: Miqat
Penduduk Madinah dan Mereka Tidak Boleh Memulai Ihram Sebelum Berada Di Dzul
Hulaifah[3]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ibnu Umar yang
disebutkan pada dua bab sebelum ini.")
Bab 9: Permulaan
Tempat Ihram Penduduk Syam
758. Ibnu Abbas r.a. berkata,
"Rasulullah telah menetapkan miqat (tempat mulai berihram haji atau
umrah), yaitu bagi orang Madinah di Dzul Hulaifah, bagi penduduk Syam dari
al-Juhfah, orang Najed dari Qarnul Manazil, orang Yaman dari Yalamlam, itu
semua bagi mereka dan bagi orang-orang yang dari tempat-tempat itu walaupun
bukan penduduk tempat itu, yang akan ihram haji atau umrah. Adapun orang-orang
yang tempatnya lebih dekat ke Mekah dari tempat-tempat itu, maka ihramnya dari
tempat tinggalnya (dalam satu riwayat: dari mana saja ia datang). Begitulah,
sehingga penduduk Mekah berihram dan talbiyah dari Mekah."
Bab 10:
Permulaan Tempat Ihram Ahli Najed
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
hadits Ibnu Umar yang diisyaratkan di muka.")
Bab 11: Permulaan Tempat Ihram Orang yang Tidak Berada Pada Miqat-Miqat yang
Tertentu
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas yang diisyaratkan di
muka.")
Bab 12: Permulaan Tempat Ihram Penduduk Yaman
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan hadits Ibnu Abbas yang diisyaratkan di atas.")
Bab 13: Zatu
Irqin Untuk Penduduk Irak
759. Ibnu Umar r.a.. berkata,
"Setelah ke dua negeri ini (Kufah dan Bashrah) dikalahkan (menyerah),
mereka datang kepada Umar dan berkata, 'Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya
Rasulullah telah menentukan Qarn untuk tempat ihram orang-orang dari Najed.
Tetapi, Qarn itu menyimpang dari jalan kami. Sedangkan, kalau kami pergi ke
Qarn lebih dahulu, tentu akan menyulitkan bagi kami.' Umar berkata, 'Telitilah
tempat yang sejajar dengan Qarn itu di jalan yang kamu lalui.' Maka,
ditetapkannya Zatu Irqin untuk mereka."
Bab 14: Keluarnya Nabi Melalui Jalan Syajarah
760. Abdullah bin Umar r.a. mengatakan
bahwa Rasulullah keluar dari jalan Syajarah dan masuk dari jalan Mu'arras.
Sesungguhnya Rasulullah apabila berangkat ke Mekah, beliau shalat di masjid
Syajarah. Apabila beliau pulang, maka beliau shalat di Dzul Hulaifah di Bathnul
Wadi, dan bermalam sehingga pagi.
Bab 15: Sabda Nabi , "Al-'aqiq Adalah Lembah yang Diberkahi."
761. Umar r.a. berkata, "Saya
mendengar Rasulullah di Wadil 'Aqiq bersabda, 'Tadi malam datang kepadaku utusan
dari Tuhanku, ia berkata, 'Shalat lah di lembah yang diberkahi ini, dan
ucapkanlah, 'Umrah dalam (dan dalam satu riwayat: dan 8/155) haji (Ihram umrah
dan haji bersama-sama).'"
762. Musa bin Uqbah dari Salim bin
Abdullah (Ibnu Umar) dari ayahnya dari Nabi, bahwa ia berkata, "Nabi
pernah menerima wahyu ketika beliau sedang istirahat dalam suatu perjalanan di
perut lembah di Dzul Hulaifah. Diwahyukan kepada beliau, 'Sesungguhnya engkau
sedang berada di Bath-ha' yang diberkahi.' Salim menghentikan kami di tempat
pemberhentian yang Abdullah pernah berhenti di situ, mencari tempat berhentinya
Rasulullah. Letaknya ialah di bagian bawah dari masjid yang ada di pertengahan
lembah yang ada antara mereka dengan jalan. Yakni, pertengahan antara tempat
yang disebutkan itu.
Bab 16:
Membersihkan Wangi-Wangian dari Pakaian Sebanyak Tiga Kali
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ya'la yang akan disebutkan pada
"26-AL-UMRAH / 10'.")
Bab 17: Wangi-Wangian Ketika Ihram dan Pakaian yang Dipakai Ketika Akan
Berihram, Perihal Menyisir Rambut dan Menggunakan Minyak
Ibnu Abbas r.a. berkata, "Orang yang sedang ihram boleh mencium wewangian,
bercermin, dan berobat dengan apa yang biasa ia makan seperti minyak dan
samin."[4]
Atha' berkata, "Boleh memakai cincin dan mengenakan kain yang
berkantong."[5]
Umar r.a. melakukan thawaf ketika sedang
ihram, sedangkan ia mengikat perutnya dengan kain.[6]
Aisyah r.a. tidak menganggap bersalah
terhadap orang-orang yang hanya mengenakan simpak (cawat) ketika menjalankan
sekedupnya.[7]
763. Manshur dari Sa'id bin Jubair,
berkata, "Ibnu Umar memakai minyak,[8] lalu hal itu kuberitahukan kepada
Ibrahim.[9] Lalu, Ibrahim berkata, 'Jika engkau tidak
menyetujui itu, maka bagaimanakah pendapat engkau perihal ucapan Ibnu Umar yang
menyatakan, 'Aku diberi tahu oleh Aswad dari Aisyah, ia berkata, 'Seakan-akan
aku dapat melihat (dan dalam satu riwayat: Aku mengenakan wewangian pada
Rasulullah ketika beliau hendak ihram 7/61) (dengan parfum yang paling wangi
yang beliau miliki, hingga aku dapati 7/60) mengkilatnya minyak wangi pada dahi
Nabi (dan jenggotnya) ketika beliau berihram.'"
764. Abdur Rahman ibnul-Qasim (orang yang paling utama pada zamannya 2/195)
dari ayahnya (orang yang paling utama pada zamannya) Aisyah istri Nabi, ia
berkata, "Saya mengenakan minyak wangi kepada Rasulullah (dan dia
membentangkan kedua tangannya), (dengan kedua tanganku ini) (dengan suatu jenis
harum-haruman pada waktu haji wada' 7/61) untuk ihram ketika beliau berihram,
dan pada waktu halal setelah beliau tahalul (di Mina 7/60) sebelum beliau
thawaf di Baitullah (dan dalam satu riwayat: sebelum thawaf ifadhah)."
Bab 18: Orang yang Memulai Ihram dengan Mengikat Rambut
765. Dari Salim dari ayahnya (Ibnu Umar)
r.a., ia berkata, "Saya mendengar Rasulullah membaca talbiyah dengan suara
keras dengan mengikatkan kain di kepalanya sambil mengucapkan (dan dalam satu
riwayat: Bahwa bacaan talbiyah Rasulullah 2/147):
'Labbaika Allahumma labbaik, laa
syariika laka labbaik, innal-hamda wan-ni'mata laka wal-mulka, laa syariika
laka'
'Aku sambut panggilan-Mu ya Allah, aku
sambut panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu, aku sambut panggilan-Mu.
Sesungguhnya segala puji dan nikmat adalah kepunyaan-Mu, demikian pula
kekuasaan, tiada sekutu bagi-Mu (dengan tidak menambah kalimat lain dari ini.
7/59)'."
Bab 19: Memulai
Ihram di Masjid Dzul Hulaifah
766. Salim bin Abdullah mendengar ayahnya
berkata, "Rasulullah tidak membaca talbiyah dengan suara keras melainkan
dari sisi masjid, yakni masjid Dzul Hulaifah."
Bab 20: Pakaian
yang Tidak Boleh Dikenakan Oleh Orang yang Berihram
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ibnu Umar yang tersebut
pada nomor 89 di muka.")
Bab 21: Naik Kendaraan dan Membonceng di Belakang Ketika Mengerjakan Haji
767. Ibnu Abbas mengatakan bahwa Usamah
membonceng Nabi dari Arafah sampai Mudzalifah. Kemudian beliau memboncengkan
al-Fadhl dari Mudzalifah sampai ke Mina. Ia, berkata, "Nabi selalu membaca
talbiyah dengan suara keras sehingga beliau melempar jumrah Aqabah."
Bab 22: Pakaian
yang Boleh di Pakai Oleh Orang Berihram, Selendang dan Kain Panjang
Aisyah r.a. mengenakan pakaian yang
dicelup warna kuning ketika dia sedang ihram.[10]
Aisyah berkata, "Janganlah menutup hidung/muka dengan kain, janganlah
memakai cadar, janganlah mengenakan pakaian yang dicelup dengan waras,[11] dan jangan mengenakan pakaian yang
dicelup dengan za'faran."[12]
Jabir berkata, "Saya tidak melihat kain yang dicelup kuning itu sebagai
wewangian."[13]
Aisyah memandang tidak terlarang mengenakan perhiasan, kain hitam, merah mawar,
dan mengenakan khuf (kaos kaki) bagi wanita.[14]
Ibrahim berkata, 'Tidak mengapa orang yang
berihram mengganti pakaiannya."[15]
768. Abdullah Ibnu Abbas r.a berkata, "Nabi berangkat dari Madinah setelah
bersisir dan meminyaki rambut, dan mengenakan kain dan selendang. Beliau tidak
melarang sedikit pun dari selendang dan kain kecuali yang dicelup dengan
za'faran yang za'faran itu melekat di kulit. Beliau memasuki waktu pagi di Dzul
Hulaifah, dan beliau mengendarai kendaraan beliau. Sehingga, beliau tinggal di
Baida'. Beliau dan para sahabat membaca talbiyah (untuk haji 2/35), dan beliau
mengalungi unta beliau. Demikian itu lima hari (dalam satu riwayat: pagi hari
keempat) terakhir Dzulqai'dah, lalu beliau tiba di Mekah pada empat malam
(dalam satu riwayat: pagi hari keempat) dari bulan Dzulhijjah, lalu beliau
melakukan thawaf di Baitullah. Beliau melakukan sa'i antara Shafa dan Marwah.
Beliau tidak bertahalul karena unta beliau, karena beliau telah mengalunginya.
Kemudian beliau singgah di daerah atas Mekah di Hajun di mana beliau membaca
talbiyah untuk haji. Beliau tidak mendekati Ka'bah setelah thawaf di sana
sehingga beliau pulang dan Arafah, dan menyuruh para sahabat untuk thawaf di
Baitullah dan (sa'i) antara Shafa dan Marwah. Kemudian mereka mencukur sebagian
kepala mereka, dan bertahalul. (Dalam riwayat lain: Lalu beliau memerintahkan
mereka menjadikannya sebagai umrah), dan yang demikian itu bagi yang tidak
membawa unta yang dikalungi. Bagi orang yang bersama istrinya, maka istrinya
itu halal baginya. Halal juga harum-haruman serta pakaian."
Bab 23: Orang yang Bermalam di Dzul Hulaifah Sampai Pagi Hari
Demikian dikatakan oleh Ibnu Umar dari
Nabi'saw.[16]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas yang akan disebutkan sesudah
tiga bab lagi.")
Bab 24:
Mengeraskan Suara pada Waktu Memulai Ihram
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Anas yang diisyaratkan
di muka.")
Bab 25: Talbiyah
769. Aisyah r.a. berkata, "Sungguh
aku mengetahui bahwa Nabi mengucapkan talbiyah, yaitu:
'Labbaikallaahumma labbaika, labbaika
laasyariika laka labbaika, innal hamda wanni'mata laka'
'Kami penuhi pangilan-Mu, ya Allah, kami
penuhi panggilan-Mu. Kami penuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, kami
penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan kenikmatan adalah
bagi-Mu'."
Bab 26: Bertahmid, Bertasbih, dan Bertakbir Sebelum Mengerjakan Ihram Ketika
Menaiki Kendaraan
770. Anas r.a. berkata, "Rasulullah
dan kami shalat zhuhur empat rakaat di Madinah dan shalat ashar dua rakaat di
Dzul Hulaifah. Kemudian beliau bermalam di sana sampai pagi. Kemudian beliau
berkendaraan sehingga ketika kendaraan itu sampai di Baida', beliau memuji
Allah, beliau membaca tasbih dan bertakbir. Kemudian beliau membaca talbiyah
untuk haji dan umrah, dan seluruh manusia membaca talbiyah (dan saya mendengar
mereka mengeraskannya) untuk haji dan umrah. (Dan dalam satu riwayat: Saya
membonceng Abu Thalhah, dan mereka mengeraskan talbiyah untuk haji dan umrah
4/14). Ketika kami datang, beliau menyuruh manusia bertahalul, maka mereka
bertahalul. Sehingga, pada hari tarwiyah mereka membaca talbiyah untuk haji,
dan Nabi menyembelih beberapa ekor unta dengan tangan beliau sambil berdiri. Di
Madinah Rasulullah menyembelih dua ekor kibas yang gemuk."
Bab 27: Orang
yang Memulai Berihram di Waktu Kendaraannya Siap Untuk Membawanya Berangkat
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
bagian dari hadits Ibnu Umar yang disebutkan pada nomor 751 di muka.")
Bab 28: Memulai Ihram dengan Menghadap Kiblat
Nafi' berkata, "Ibnu Umar apabila telah selesai mengerjakan shalat subuh
di Dzul Hulaifah, ia menyuruh menyediakan kendaraannya. Kemudian ia menaikinya.
Ketika kendaraannya telah siap membawanya berangkat, ia menghadap kiblat sambil
berdiri. Kemudian ia membaca talbiyah sehingga sampai di tanah Haram. Kemudian
ia berhenti bertalbiyah. Sehingga, apabila ia sampai di Dzi Thuwa (suatu lembah
terkenal di dekat Mekah), ia bermalam di sana. Ketika ia selesai mengerjakan
shalat subuh, ia mandi. Ia menduga bahwa Rasulullah melakukan hal itu."[17]
771. Nafi' berkata, "Apabila Ibnu
Umar hendak pergi ke Mekah, lebih dahulu ia memakai minyak yang tidak harum.
Kemudian ia pergi ke Masjid al-Hulaifah, lalu shalat. Sesudah itu ia naik
kendaraan. Ketika kendaraannya telah siap membawanya dengan berdiri, ia pun
mulai berihram. Kemudian ia bekata, 'Beginilah yang saya lihat yang dilakukan
oleh Nabi.'"
Bab 29: Mengucapkan Talbiyah Apabila Orang yang Berihram Itu Turun di Lembah
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan bagian dari hadits Ibnu Abbas yang tercantum pada '60-AL
ANBIYA / 8'- BAB'.")
Bab 30: Bagaimana Orang yang Haid dan Nifas Berihram?
Kata "ahalla" bisa berarti
membicarakan. Kata "istahlalnaa" dan "ahlalnaa
alhilaala" berarti kita melihat bulan sabit tampak seluruhnya. Kata
"istahalla almatharu" berarti hujan keluar dari awan. Kata
"wa maa uhilla li ghairillahi bihi" berarti apa yang diseru
(ketika disembelih) untuk selain Allah. Dan, kata "istahalla
ash-shabiyyu" artinya telah bersuara anak bayi.
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
bagian dari hadits Aisyah yang telah disebutkan pada nomor 178 di muka.")
Bab 31: Orang yang Berihram di Zaman Nabi Seperti Ihram Nabi
Demikian dikatakan oleh Ibnu Umar dari
Nabi saw.[18]
772. Anas bin Malik r.a. berkata,
"Ali datang kepada Nabi setibanya dari Yaman. Beliau bertanya, 'Dengan
cara bagaimanakah kamu berihram?' Ia menjawab, 'Dengan cara ihram yang
dikerjakan oleh Nabi.' Kemudian ia berkata, 'Seandainya saya tidak membawa
kurban, tentulah saya melakukan tahalul.'"
773. Abu Musa r.a. berkata, "Nabi
mengutus saya ke (negeri 5/109) kaum (saya) di Yaman. Saya datang, dan beliau
(tinggal 2/204) di Bathha', beliau bersabda, 'Apakah sudah melakukan haji wahai
Abdullah bin Qais?' Saya jawab, 'Sudah.' Beliau bertanya (2/188), 'Dengan cara
bagaimanakah engkau bertalbiyah?' Saya jawab, 'Saya membaca talbiyah seperti
talbiyah Nabi.' Beliau bersabda, 'Bagus, apakah engkau menggiring binatang
kurban?' Saya menjawab, 'Tidak'. Lalu, beliau menyuruh saya. Kemudian saya
thawaf (dalam satu riwayat: Beliau bersabda, 'Pergilah thawaf') di Baitullah,
dan (sa'i) di Shafa dan Marwah. Kemudian beliau menyuruh saya, lalu saya
bertahallul. Setelah itu saya mendatangi seorang wanita dari kaum saya, (dalam satu
riwayat dari wanita Bani Qais), lalu ia menyisir saya, atau mencuci kepala
saya. (Dalam satu riwayat: lalu ia melepaskan kepala saya, kemudian saya
bertalbiyah untuk haji. Kemudian saya memberi fatwa kepada manusia hingga
datang masa pemerintahan Umar r.a.) Maka, datanglah Umar r.a. Kemudian saya
ceritakan hal itu kepadanya, lalu ia berkata, 'Jika kita mengambil kitab Allah,
sesungguhnya Dia memerintahkan kita agar melakukannya dengan sempurna. Allah
berfirman, 'Sempurnakanlah haji dan umrah itu karena Allah.' Dan, jika kita
mengambil sunnah Nabi, maka sesungguhnya beliau tidak bertahalul sehingga
beliau menyembelih binatang kurban.'"[19]
Bab 32: Firman
Allah, "(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa
menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh
rafats 'bersetubuh' , berbuat fasik, dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan
haji." (al-Baqarah: 197) Dan, Firman-Nya, "Mereka bertanya kepadamu
tentang bulan sabit. Katakanlah, "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu
bagi manusia dan (bagi ibadah) haji." (al-Baqarah: 189)
Ibnu Umar r.a. berkata, "Bulan-bulan haji itu adalah Syawal, Dzulqai'dah,
dan sepuluh hari dari Dzulhijjah."[20]
Ibnu Abbas r.a. berkata, "Di antara
aturan sunnah ialah bahwa tidak boleh orang berihram haji kecuali pada
bulan-bulan haji."[21]
Utsman r.a. tidak menyukai orang melakukan ihram dari Khurasan atau
Kirman."[22]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
bagian dari hadits Aisyah yang telah disebutkan pada nomor 178 di muka.")
Bab 33: Haji Tamattu', Iqran, dan Ifrad serta Menukarkan Haji dengan Umrah
Jika Tidak Mempunyai Hadyu (Binatang Kurban)
774. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Mereka
berpendapat bahwa umrah dalam bulan-bulan haji termasuk seburuk-buruk keburukan
di bumi. Mereka menjadikan bulan Muharram sebagai bulan Shafar, dan mereka
mengatakan, 'Jika luka sudah sembuh, dan bekas (haji) telah tiada, dan bulan
Shafar telah lewat, maka halallah umrah itu bagi orang yang berumrah.' Lalu
(4/334) Nabi dan para sahabat pada pagi tanggal empat datang dengan membaca
talbiyah untuk berhaji. Kemudian beliau menyuruh mereka untuk menjadikannya
sebagai umrah. Maka, hal itu dirasa sebagai urusan yang besar di kalangan
mereka, lalu mereka bertanya, 'Wahai Rasulullah, manakah yang halal?' Beliau
bersabda, 'Halal seluruhnya.[23]'"
775. Hafshah istri Nabi saw berkata,
"Wahai Rasulullah, bagaimanakah keadaan manusia yang bertahalul dari
umrah, sedang engkau tidak bertahalul dari umrah?" (Dan dalam satu
riwayat: Nabi menyuruh istri-istri beliau bertahalul pada tahun haji wada',
lalu Hafshah bertanya, "Apakah yang menghalangimu untuk bertahalul?"
5/124). Beliau bersabda, "Sesungguhnya aku menempelkan (mengikatkan) kain
di kepalaku, aku mengalungi binatang kurbanku, dan aku tidak bertahalul sehingga
aku menyembelih binatang kurban. (Dan dalam satu riwayat: Sehingga aku
bertahalul dari haji.)."
776. Abu Jamrah, yaitu Nashr bin Imran adh-Dhuba'i, ia berkata, "Suatu
ketika saya mengerjakan haji tamattu', lalu orang-orang melarang saya. Kemudian
saya bertanya kepada Ibnu Abbas (tentang hal itu), lalu ia menyuruhku
(melakukannya. Saya bertanya kepada nya tentang hadyu 'binatang kurban', lalu
ia menjawab, 'Kurban itu bisa berupa unta, sapi, atau kambing, atau bersekutu
dalam membayar dam. Tetapi, orang-orang tidak menyukainya. Lalu, saya tidur
2/180), kemudian saya bermimpi. Seolah-olah ada orang yang berkata kepadaku,
'Haji yang mabrur dan umrah (dalam satu riwayat: tamattu) yang diterima.' Lalu,
saya beritahukan kepada Ibnu Abbas, dan ia berkata, 'Allah Maha Besar, sunnah
Nabi (dan dalam satu riwayat: sunnah Abul Qasim saw.).' Kemudian ia berkata
kepadaku, 'Silakan engkau bermukim di tempatku ini. Sebab, saya hendak
memberikan sebagian dari hartaku kepadamu.'" Syubah berkata, "Saya
bertanya, 'Mengapa?' Ia berkata, 'Karena mimpiku itu.'"
777. Abu Syihab berkata, "Saya datang di Mekah melakukan umrah tamattu'.
Maka, kami memasuki Mekah tiga hari sebelum hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah).
Kemudian beberapa orang dari penduduk Mekah berkata, 'Sekarang jadilah hajimu
itu haji warga Mekah.' Lalu, saya menemui Atha' untuk menanyakan hal itu.
Kemudian dia berkata, "Aku telah diberi tahu oleh Jabir bin Abdullah bahwa
ia berhaji bersama Nabi pada hari beliau menggiring unta bersamanya. Mereka
telah membaca talbiyah untuk haji ifrad (dalam satu riwayat: Dan kami
mengucapkan, 'Labbaika Allahumma labbaik, 2/153), lalu beliau bersabda kepada
mereka, 'Bertahalullah dari ihrammu dengan thawaf di Baitullah dan (sa'i)
antara Shafa dan Marwah, potonglah rambutmu. Kemudian berdiamlah dengan halal
(tidak ihram). Sehingga, apabila telah tiba hari Tarwiyah, maka bacalah
talbiyah untuk haji, dan jadikanlah apa yang telah terdahulu sebagai tamattu'!'
Mereka bertanya, 'Bagaimanakah kami menjadikannya tamattu', padahal kami telah
menyebutnya haji? Beliau bersabda, 'Lakukanlah apa yang aku perintahkan
kepadamu. Seandainya aku tidak menggiring binatang kurban, niscaya aku kerjakan
seperti apa yang aku perintahkan kepadamu. Tetapi, ihram itu tidak menghalalkan
bagiku sehingga kurban itu sampai di tempatnya.' Lalu, mereka
mengerjakannya."
778. Sa'id ibnul Musayyab berkata, "Ali dan Utsman berbeda pendapat
mengenai tamattu' ketika keduanya berada di Usfan. (Utsman melarang melakukan
tamattu' dan mengumpulkan haji dan umrah, 2/151). Maka, Ali berkata kepada
Utsman, 'Apakah yang engkau kehendaki dengan melarang suatu urusan yang
dilakukan oleh Nabi?'" Sa'id ibnul Musayyab berkata, "Pada waktu Ali
mengetahui hal itu (yakni apa yang dilarang oleh Utsman perihal tamattu'), maka
Ali mulai mengerjakan Ihram untuk haji dan umrah secara bersamaan waktunya.
(Dia berkata, 'Aku tidak akan meninggalkan sunnah Nabi karena mengikuti
perkataan seseorang.')"
Bab 34: Orang yang Bertalbiyah Haji dan Menyebutkan Namanya (Yakni Haji atau
Umrah)
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Jabir di muka.")
Bab 35:
Mengerjakan Tamattu'
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Imran bin Hushain yang
tercantum pada '65 - TAFSIR AL BAQARAH / 28 - BAB'.")
Bab 36: Firman
Allah, "Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang
keluarganya tidak berada di sekitar Masjidil Haram (orang-orang yang bukan
penduduk Mekah)." (al-Baqarah: 196)
Ibnu Abbas[24] mengatakan bahwa ia ditanya tentang
mengerjakan haji tamattu'. Lalu, ia berkata, "Kaum Muhajirin, kaum Anshar,
dan istri-istri Nabi berihram pada waktu beliau mengerjakan haji wada' dan kami
telah berihram. Setelah kami datang di Mekah, Rasulullah bersabda, 'Jadikanlah
ihrammu itu untuk mengerjakan haji itu sebagai umrah, melainkan orang yang
membawa hadyu 'kurban'.' Setelah tiba di Mekah, kami mengerjakan thawaf
mengelilingi Kabah, juga bersa'i antara Shafa dan Marwah. Kami menyetubuhi
istri-istri kami, dan mengenakan pakaian yang berjahit. Nabi bersabda,
'Barangsiapa yang membawa hadyu, maka tidak halal (tidak dibolehkan)
mengerjakan semua yang dilarang selama ihram itu sehingga hadyu itu datang di
tempatnya (yakni di Mina lalu disembelih). Kemudian pada sore hari Tarwiyah,
beliau memerintahkan kepada kami melakukan ihram haji. Setelah kami selesai
melaksanakan semua manasik ibadah haji, kami datang di Mekah. Kemudian
berthawaf mengelilingi Baitullah, juga bersa'i antara Shafa dan Marwah. Dengan
demikian, sempurnalah haji kami, dan kami diwajibkan menyembelih hadyu,
sebagaimana firman Allah, 'Wajiblah ia menyembelih kurban yang mudah didapat.
Tetapi, jika ia tidak menemukan (binatang kurban atau tidak mampu), maka wajib
berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah
pulang kembali ke negerimu.' Hadyu itu cukup seekor kibas. Maka, orang-orang
mengumpulkan dua macam ibadah dalam satu tahun yaitu haji dan umrah. Sebab,
sesungguhnya Allah telah memfirmankannya di dalam kitab-Nya dan diperkokoh oleh
sunnah Nabi-Nya. Hal yang demikian ini diperkenankan untuk semua orang selain
penduduk Mekah. Dalam hal ini, Allah telah berfirman, 'Demikian itu (kewajiban
membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada di sekitar
Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk Mekah). Adapun bulan-bulan haji
yang disebutkan oleh Allah ialah Syawal, Dzulqai'dah, dan Dzulhijjah.
Barangsiapa yang mengerjakan tamattu' dalam bulan-bulan di atas, maka wajiblah
membayar dam atau berpuasa.'" Kata "rafats" berarti bersenggama.
"Fusuq" berarti maksiat-maksiat, dan "Jidaal" berarti
berbantahan.
Bab 37: Mandi Ketika Memasuki Mekah
779. Nafi' berkata, "Ibnu Umar apabila sudah dekat memasuki tanah suci, ia
menghentikan bacaan talbiyah. Kemudian bermalam di Dzi Thuwa, lalu mengerjakan
shalat subuh dan mandi. Ia memberitahukan bahwa Nabi mengerjakan yang demikian
itu."
Bab 38: Memasuki Mekah Pada Siang atau Malam Hari
Nabi bermalam di Dzi Tuwa sehingga pagi,
lalu masuk ke Mekah. Demikian pula yang dilakukan Ibnu Umar.
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
hadits Ibnu Umar di muka.")
Bab 39: Dari Mana Memasuki Kota Mekah Itu?
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan hadits Ibnu Umar berikut ini.")
Bab 40: Dari Mana Keluar dari Mekah?
780. Ibnu Umar r.a mengatakan bahwa Nabi
saw masuk ke Mekah dari Kada' dari Tsaniyatil Ulya di Bath-ha', dan beliau
keluar dari Tsaniyatis Sufla.
Abu Abdillah berkata, "Saya mendengar Yahya bin Win berkata, 'Saya
mendengar Yahya bin Sa'id mengatakan bahwa Musaddad saya datangi di rumahnya.
Lalu, saya katakan kepadanya bahwa dia berhak terhadap hal itu. Saya tidak
menghiraukan apakah kitab-kitab saya ada pada saya atau pada Musaddad.'"[25]
781. Aisyah r.a. mengatakan bahwa pada
waktu Fathu Makkah (pembebasan Mekah) Nabi saw masuk dari Kada' (yang berada
di) kawasan atas Mekah, (dan keluar dari kawasan bawahnya) (dan dalam satu
riwayat: dari Kuda kawasan atas kota Mekah).
Hisyam berkata, "Urwah biasa masuk dari keduanya, yaitu dari Kada' dan
Kuda, tetapi ia lebih sering masuk dari Kada' yang lebih dekat ke
rumahnya."
Abu Abdillah berkata, "Kada' dan Kuda adalah dua tempat."
Bab 41:
Keutamaan Kota Mekah Dan Membangunnya. Firman Allah, "Dan (Ingatlah),
ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan
tempat yang aman. Jadikanlah sebagian dari maqam Ibrahim tempat shalat. Telah
Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, 'Bersihkanlah rumah-Ku untuk
orang-orang yang thawaf, yang itikaf, yang ruku, dan sujud.' Dan (Ingatlah),
ketika Ibrahim berdoa, 'Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman dan
sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduk yang beriman di
antara mereka kepada Allah di hari kemudian.' Allah berfirman, 'Dan kepada
orang yang kafir pun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa mereka
menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.' Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama
Ismail (seraya berdoa), 'Ya Tuhan kami terimalah dari kami (amalan kami),
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami,
jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah)
di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau. Tunjukkanlah
kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah tobat
kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.
" (al-Baqarah: 125-128)
782. Jabir bin Abdullah r.a. berkata, "Ketika Ka'bah sedang diperbaiki,
Nabi turut mengangkut batu bersama Abbas. Abbas berkata kepada Nabi,
'Ikatkanlah sarungmu di kudukmu (untuk melindungimu dari batu 4/234).' Lalu,
Nabi terjatuh dan matanya terbelalak ke langit, (kemudian sadar). Lalu beliau bersabda,
'Bawalah sarungku kemari!' (Dalam satu riwayat: 'Sarungku! Sarungku!). Lalu,
beliau mengikatkannya kembali.'"*1*)
783. Dari al-Aswad bin Yazid dan lain-lainnya dari Aisyah r.a., bahwa ia
berkata, "(dan dalam satu riwayat darinya: Ibnuz Zubair berkata kepadaku,
'Aisyah sering berbisik kepadamu, maka apakah yang diceritakannya kepadamu
tentang Ka'bah?' Saya menjawab, 'Dia pernah berkata kepadaku 1/40), 'Aku pernah
bertanya kepada Nabi tentang dinding, apakah ia termasuk Baitullah?' Beliau
menjawab, 'Ya.' Aku bertanya, 'Mengapakah mereka tidak memasukkannya ke dalam
Baitullah?' Beliau menjawab, 'Tidakkah engkau tahu bahwa kaummu (pada waktu
membangun Ka'bah) keterbatasan dana?' Aku bertanya, 'Mengapa pintunya tinggi?'
Rasulullah menjawab, 'Hal itu dilakukan kaummu supaya mereka dapat memasukkan
orang yang mereka kehendaki dan mencegah orang yang mereka kehendaki.' Maka, aku
(Aisyah) bertanya, 'Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak mengembalikannya di
atas fondasi yang dibangun Ibrahim?' Beliau bersabda, 'Kalau bukan karena
kaummu baru saja lepas dari zaman jahiliah (Ibnuz Zubair berkata, 'Dari
kekufuran'), dan aku khawatir hati mereka mengingkari kalau aku memasukkan
dinding itu ke dalam Baitullah, dan kalau aku lekatkan pintunya ke tanah,
niscaya aku lakukan. (Menurut jalan periwayatan lain: Niscaya aku perintahkan
supaya Baitullah itu dirobohkan, (kemudian kubangun lagi di atas fondasi yang
dibangun Ibrahim 'alaihissalam). Kemudian aku masukkan ke dalamnya apa yang
telah dikeluarkan darinya dan aku lekatkan ke tanah. Aku buat untuknya dua buah
pintu, satu pintu di timur dan satu pintu (dalam satu riwayat: di belakang (yakni
pintu) barat. Lalu, aku sambung dengan fondasi Ibrahim.' Maka, itulah yang
memotivasi Ibnuz Zubair untuk merobohkannya. (Kemudian Abdullah (Ibnu Umar
5/150) r.a. berkata, 'Sungguh seandainya Aisyah mendengar hal ini dari Nabi,
niscaya saya tidak akan melihat Rasulullah meninggalkan menjamah dua rukun yang
mengiringi Hijr, melainkan karena Baitullah tidak disempurnakan bangunannya di
atas fondasi-fondasi Ibrahim.'" Yazid (bin Ruman) berkata, "Saya
menyaksikan Ibnuz Zubair ketika merobohkan dan membangun kembali Baitullah, dan
memasukkan Hijr ke dalamnya. Saya melihat fondasi Ibrahim berupa batu seperti
kelasa unta." Jarir berkata, "Lalu saya bertanya kepadanya, 'Di mana
tempatnya?' Dia menjawab, 'Di sini.' Maka, saya memperkirakan jaraknya dari Hijr
enam hasta, atau sekitar itu."
Bab 42: Keutamaan Tanah Haram (Tanah Suci). Firman Allah, "Aku hanya
diperintah untuk menyembah Tuhan negeri ini (Mekah) yang telah menjadikannya
suci dan kepunyaanNyalah segala sesuatu, dan aku diperintahkan supaya aku
termasuk orang-orang yang berserah diri." (an-Naml: 91) "Apakah Kami
tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram yang aman, dan didatangkan
ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk rezeki
(bagi mu) dari sisi Kami? Tetapi, kebanyakan mereka tidak mengetahui."
(al-Qashash: 57)
Bab 43: Mewariskan Rumah-rumah di Mekah, Menjual dan Membelinya dan Bahwa
Seluruh Manusia di Masjidil Haram Itu Sama Keistimewaannya, Mengingat Firman
Allah, "Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia di
jalan Allah dan Masjidil Haram yang telah Kami jadikan untuk semua manusia,
baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir dan siapa yang bermaksud di
dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya
sebagian siksa yang pedih." (al-Hajj : 25)
784. Usamah bin Zaid r.a. berkata (pada
waktu Fathu Makkah 5/92,[26] (dalam satu riwayat: pada waktu hajinya),
"Wahai Rasulullah, di manakah engkau akan tinggal (besok 4/33) di kampung
engkau Mekah?" Beliau bersabda, "Apakah Aqil meninggalkan (untuk
kita) tempat tinggal atau rumah? (Dalam satu riwayat: Apakah Aqil meninggalkan
rumah untuk kita?" Kemudian beliau bersabda, "Kita akan tinggal di
dataran Bani Kinanah yang berkerikil, karena kaum Quraisy berjanji setia atas
kekafiran. Hal itu karena Bani Kinanah telah mengadakan janji setia dengan kaum
Quraisy terhadap Bani Hasyim untuk tidak berjual beli dengan mereka dan tidak
memberi tempat berlindung kepada mereka." Aqil dan Thalib mewarisi Abu
Thalib, sedang Ja'far dan Ali tidak mewarisinya sedikitpun. Karena, keduanya
beragama Islam, sedang Aqil dan Thalib adalah kafir. Umar ibnul-Khaththab berkata,
"Orang mukmin tidak menerima warisan dari orang kafir." Ibnu Syihab
berkata, "Orang-orang mentakwilkan firman Allah, 'Sesungguhnya orang-orang
yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan
Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada
orang-orang Muhajirin), mereka itu satu sama lain saling melindungi. Dan
(terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada
kewajiban sedikit pun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka behijrah. (Akan
tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan)
agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah
ada perjanjian antara kamu dan mereka. Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.'"
(al-Anfaal: 72)
Bab 44: Turunnya (Singgahnya) Nabi di Mekah
785. Abu Hurairah r.a. berkata, "Nabi
bersabda sejak keesokan hari Nahar (Hari Raya Kurban) dan pada saat itu beliau
berada di Mina (ketika hendak datang ke Mekah) (dan dalam satu riwayat: hendak
ke Hunain 3/247), 'Kita besok akan singgah insya Allah (bila Allah membukakan
5/92) di lembah Bani Kinanah di mana mereka bersumpah atas kekafiran, yakni di
tanah yang berkerikil itu. Demikian itu karena suku Quraisy dan Kinanah
bersumpah terhadap bani Hasyim dan banil Muthalib (dan dalam satu riwayat yang
mu'allaq: dan Banil Muthalib-tanpa ragu-ragu) untuk tidak kawin dan berjual
beli dengan mereka sampai menyerahkan Nabi kepada mereka.'"
Bab 36: Firman
Allah, "Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata, Ya Tuhanku, jadikanlah
negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku
dari menyembah berhala-berhala. Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu
telah menyesatkan kebanyakan dari manusia. Barangsiapa yang mengikutiku, maka
sesungguhhya orang itu termasuk golonganku. Barangsiapa yang mendurhakaiku,
maka sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami,
sesungguhnya aku menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak
mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya
Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah
hati sebagian manusia cenderung kepada mereka." (Ibrahirn: 35-37)
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari tidak membawakan satu hadits pun.")
Bab 47: Firman
Allah, "Allah menjadikan Ka'bah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan
dan urusan dunia) bagi manusia, dan (demikian pula) bulan haram, hadya, dan
qalaid. (Allah menjadikan yang) demikian itu agar kamu tahu, bahwa sesungguhnya
Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan bahwa
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (al-Maa'idah: 97)
786. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa
Nabi saw bersabda, "Orang yang mempunyai dua pasukan kecil dari Habasyah
hendak menghancurkan Ka'bah."
787. Abu Sa'id al-Khudri r.a. mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda,
"Sungguh Baitullah akan dipakai untuk berhaji dan umrah setelah keluarnya
Ya'juj dan Ma'juj. (Dan dalam riwayat yang mu'allaq, beliau bersabda,
"Tidak akan terjadi hari kiamat sehingga ibadah haji tidak dilaksanakan
lagi.")[27]
Bab 47: Selubung
Penutup Ka'bah
788. Abu Wail berkata, "Saya pernah
duduk bersama Syaibah di atas kursi di dalam Kabah, lalu ia berkata, 'Kursi ini
pernah diduduki oleh Umar. Kemudian ia berkata, 'Benar-benar aku mempunyai
maksud tidak akan membiarkan di Ka'bah ini suatu benda berwarna kuning dan
tidak juga berwarna putih,[28] melainkan kedua benda itu tentu akan
kubagi-bagikan.' (Saya berkata, 'Engkau tidak akan melakukannya.' Dia bertanya,
'Mengapa?' 8/139) Saya berkata, "Sesungguhnya kedua sahabatmu (yakni Nabi
dan Abu Bakar) tidak pernah bermaksud melakukan itu.' Umar berkata, 'Kedua
orang itu adalah orang-orang yang menjadi ikutan (teladan).'"
Bab 48: Robohnya
Ka'bah
Aisyah r.a. berkata, "Nabi bersabda,
'Ka'bah itu akan diperangi oleh tentara. Tetapi, kemudian mereka itu akan
ditenggelamkan dalam bumi (yakni di Baida', suatu tempat antara Mekah dan
Madinah).'"[29]
789. Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa Nabi
saw bersabda, "Seolah-olah saya di Bait itu berjalan dengan menjauhkan
tumit (dari tanah), menghindari batu demi batu."
Bab 49:
Keterangan Mengenai Hajar Aswad
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
bagian dari hadits Umar ibnul-Khaththab yang akan disebutkan pada nomor
795.")
Bab 50: Menutup
Ka'bah dan Bolehnya Shalat ke Arah Mana Saja yang Dikehendaki dalam Ka'bah
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
hadits Abdullah bin Umar yang akan disebutkan pada '56-AL-JIHAD / 127
BAB'.")
Bab 51: Shalat
di Dalam Ka'bah
790. Ibnu Umar r.a mengatakan bahwa
apabila ia memasuki Ka'bah, maka ia berjalan ke arah jurusan muka pada waktu
memasuki Kabah dan menjadikan pintu Ka'bah di jurusan punggung pada waktu
berjalan. Sehingga, antara dirinya dan dinding yang ada di hadapannya dekat
sekali kira-kira tiga hasta. Kemudian shalat menghadap tempat yang ditunjukkan
oleh Bilal bahwa Rasulullah shalat di situ. Namun, siapa pun tidak apa-apa
kalau dia shalat di dalam Ka'bah dengan menghadap ke jurusan mana pun dari
Baitullah yang ia kehendaki.
Bab 52: Orang
Yang Tidak Masuk Ka'bah
Ibnu Umar sering naik haji dan tidak
memasuki Ka'bah.[30]
791. Abdullah bin Abu Aufa berkata,
"Rasulullah melakukan umrah. Lalu, beliau thawaf di Baitullah, dan
melakukan shalat dua rakaat di belakang maqam. Beliau bersama-sama dengan
orang-orang yang menutupinya. Seorang laki-laki berkata kepadanya, 'Apakah Rasulullah
memasuki Ka'bah?' Ia menjawab, 'Tidak.'"
Bab 53: Orang
yang Bertakbir di Beberapa Penjuru Ka'bah
792. Ibnu Abbas r.a berkata,
"Sesungguhnya ketika Rasulullah tiba (di Mekah), beliau enggan masuk ke
Baitullah karena di dalamnya ada berhala-berhala. Lalu, beliau memerintahkan
supaya berhala-berhala itu dikeluarkan (dalam satu riwayat dimusnahkan 4/111).
Lalu, mereka keluarkan patung Ibrahim dan Ismail yang sedang memegang panah
untuk berundi. Rasulullah bersabda, 'Semoga Allah mengutuk mereka. Demi Allah,
mereka mengetahui bahwa keduanya (Ibrahim dan Ismail) tidak pernah mengadakan
undian semacam itu.' (Dan dalam riwayat lain: Beliau menjumpai patung Ibrahim
dan patung Maryam. Kemudian beliau bersabda, 'Ketahuilah, sesungguhnya mereka
sudah mendengar bahwa malaikat tidak mau masuk ke rumah yang di dalamnya
terdapat patung. Dan, ini Ibrahim dipatungkan, bahkan didesain melakukan undian
pula!) Lalu beliau masuk ke Baitullah. Kemudian beliau bertakbir di seluruh
penjurunya, (dan keluar). Namun, tidak melakukan shalat di dalamnya."
Bab 54:
Bagaimana Permulaan Disyariatkannya Berlari Kecil
793. Ibnu Abbas r.a. berkata,
"Rasulullah dan para sahabat datang (pada tahun meminta keamanan 5/86),
lalu orang-orang musyrik berkata, 'Ia berani menghadapmu karena mereka telah
dilemahkan oleh demam Yatsrib. Lalu, Nabi menyuruh mereka untuk berlari-lari
kecil pada tiga tempat yang mulia, (dalam satu riwayat: Beliau bersabda,
"Berlari-lari kecillah kamu untuk menunjukkan kekuatan mereka kepada kaum
musyrikin. Sedangkan, kaum musyrikin dari arah Qaiqa'an.), dan untuk berjalan
di antara dua rukun. Tidak ada yang menghalangi beliau untuk menyuruh mereka
berlari-lari kecil seluruhnya melainkan untuk mengekalkan atas mereka."
Bab 55: Menjamah
Hajar Aswad Ketika Datang di Mekah pada Pertama Kalinya Berthawaf dan Berlari
Kecil Tiga Kali
794. Abdullah bin Umar r.a. berkata,
"Saya melihat Rasulullah ketika datang ke Mekah (pada waktu haji 2/163)
dan umrah menyentuh Rukun al Aswad pada pertama kalinya beliau thawaf. Beliau
menyempatkan tiga thawaf dari tujuh thawaf, dan berjalan empat kali. (Kemudian
sujud dua kali, dan beliau berjalan di perut saluran apabila thawaf antara
Shafa dan Marwah 2/163)." (Aku bertanya kepada Nafi', "Apakah
Abdullah berjalan kaki apabila telah sampai di Rukun Yamani?" Ia menjawab,
'Tidak, kecuali menempel Rukun, karena dia tidak meninggalkannya sebelum
menjamahnya." 2/170).
Bab 56: Berlari
Kecil Dalam Haji dan Umrah
795. Aslam mengatakan bahwa Umar
ibnul-Khaththab r.a berkata kepada rukun (yakni Hajar Aswad), (dalam riwayat
lain: bahwa ia datang ke Hajar Aswad, lalu menciumnya seraya berkata 2/160),
"Sebenarnya, demi Allah, sesungguhnya aku mengetahui bahwa engkau adalah
sebuah batu yang tidak dapat memberi bahaya dan tidak dapat pula memberikan
kemanfaatan. Andaikata aku tidak melihat Nabi menjamahmu, tentu aku tidak akan
menjamahmu." (Dalam riwayat lain: menciummu, niscaya aku tidak menciummu).
Lalu Umar menjamahnya, kemudian ia berkata, "Bagaimanakah dengan kami
berjalan cepat dalam thawaf? Sebenarnya kami hanya ingin memperlihatkan
(keperkasaan kami) kepada orang-orang musyrik, padahal mereka telah dihancurkan
oleh Allah?" Kemudian Umar berkata, "Sesuatu yang diperbuat oleh
Nabi, maka kami tidak senang untuk meninggalkannya."
796. Ibnu Umar r.a. berkata, "Saya tidak pernah meninggalkan menyentuh dua
rukun ini dalam waktu sulit maupun mudah sejak saya melihat Nabi
menyentuhnya." Ubaidullah berkata kepada Nafi', "Apakah Ibnu Umar
berjalan antara kedua rukun itu?" Ia menjawab, "Ibnu Umar hanyalah
berjalan biasa (yakni tidak berlari kecil) agar lebih mudah baginya untuk
menyentuh itu."
Bab 57: Menjamah Rukun (Hajar Aswad) Dengan Tongkat
797. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Nabi
thawaf (di Baitullah 2/166) pada waktu haji wada' di atas unta (beliau. Setiap
kali tiba di Rukun 6/175), beliau menyentuh rukun (dalam satu riwayat:
berisyarat kepadanya) dengan tongkat yang melengkung pangkalnya (yang ada pada
beliau, dan beliau bertakbir 2/163)."
Bab 58: Orang
yang Tidak Menyentuh Selain Dua Buah Rukun Yamani
Abusy Sya'sya'[31] berkata, "Siapakah[32] yang menjaga sesuatu dari Baitullah?
Muawiyah pernah menjamah semua rukun. Lalu, Ibnu Abbas berkata kepadanya,
'Sesungguhnya kedua rukun ini tidak boleh disentuh.' Muawiyah menjawab, 'Tidak ada
sesuatu pun dari Baitullah yang terlarang untuk disentuh.' Ibnuz Zubair biasa
menyentuh (menjamah) semua rukun."
798. Salim bin Abdullah dari ayahnya berkata, "Saya tidak pernah melihat
Nabi menyentuh Ka'bah selain dua rukun Yamani."
Bab 59: Mencium
Hajar Aswad
799. Zubair bin Arabi berkata, "Ada seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu
Umar tentang menyentuh Hajar (Aswad), lalu ia menjawab, 'Saya melihat
Rasulullah menyentuh dan menciumnya.' Aku bertanya, 'Bagaimanakah pendapatmu
jika saya terdesak? Bagaimana pendapatmu jika saya kalah?' Ia berkata,
"Jadikanlah, bagaimanakah pendapatmu tentang sunnah? Karena saya melihat
Rasulullah menyentuh dan menciumnya.'"
Bab 61: Orang
yang Memberi Isyarat Kepada Rukun (Hajar Aswad) Jika Datang di Tempatnya
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan bagian dari hadits Ibnu Abbas yang tercantum pada nomor
797 di muka.")
Bab 62: Bertakbir di Sisi Rukun
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ibnu Abbas yang
diisyaratkan di muka.")
Bab 63: Orang
yang Thawaf di Baitullah Jika Datang di Mekah Sebelum Kembali ke Rumahnya,
Kemudian Shalat Dua Rakaat, Lalu Pergi ke Shafa
Bab 64: Thawafnya Kaum Wanita Bersama Kaum Laki-laki
800. Ibnu Juraij mengatakan bahwa mereka diberi tahu oleh Atha' ketika Ibnu
Hisyam melarang kaum wanita mengerjakan thawaf bersama-sama dengan kaum lelaki.
Atha' berkata, "Bagaimana Anda melarang orang-orang wanita, padahal
istri-istri Nabi juga rnengerjakan thawaf bersama para lelaki?" Ibnu
Juraij bertanya kepada Atha', "Apakah larangan Abu Hisyam itu sesudah
adanya perintah atau sebelum turunnya ayat hijab itu?" Atha' berkata,
"Ya, demi umurku, saya mengetahui sesudah turunnya ayat hijab." Ibnu Juraij
bertanya kepada Atha', "Bagaimanakah kaum wanita itu bercampur dengan kaum
lelaki?" Ia berkata, "Bukannya kaum wanita itu bercampur (bergaul
bebas). Aisyah melakukan thawaf di tempat terpisah dari kaum lelaki sehingga
tidak bercampur-baur dengan mereka. Kemudian ada seorang wanita berkata,
'Marilah kita berangkat untuk menyentuh Hajar Aswad, wahai Ummul Mukminin.'
Aisyah berkata, "Kamu sendiri sajalah melakukannya.' Aisyah tidak
mengikuti ajakannya. Para wanita keluar dengan tidak dapat dikenal siapa
dirinya di waktu malam. Kemudian mereka melakukan thawaf dengan kaum lelaki.
Tetapi, bila mereka memasuki Baitullah, mereka tetap berdiri sehingga
betul-betul masuk dan kaum lelaki disuruh keluar. Aku mendatangi Aisyah bersama
Ubaid bin Umair dan ia berdiam di suatu tempat bernama Jauf Tsabir. Aku
bertanya, "Apakah yang dijadikan sebagai tabirnya?' Ia berkata, "Dia
berada di dalam kemah kecil buatan Turki. Kemah itu mempunyai tutup, dan antara
kami dengannya tidak ada sesuatu selain itu. Aku sendiri melihat ia mengenakan
baju kurung yang berwarna bunga mawar.'"
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
bagian dari hadits Ummu Salamah yang tercantum pada nomor 257 di muka.")
Bab 64: Bercakap-cakap Pada Waktu Mengerjakan Thawaf
801. Ibnu Abbas mengatakan bahwa Nabi saw.
ketika thawaf di Ka'bah, beliau melewati orang yang mengikatkan tangannya
kepada orang lain dengan tali kulit atau benang atau barang selain itu, (dalam
satu riwayat: melewati seseorang yang menuntun orang lain dengan tali kekang di
hidungnya 7/234). Lalu, Nabi memutuskannya dengan tangan beliau. Kemudian
beliau bersabda, 'Tuntunlah tangannya.'"
Bab 65: Apabila
Melihat Tali Kulit atau Benda Lain yang Tidak disenangi, Maka Benda Itu Supaya
Dipotong
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas di atas.")
Bab 66: Tidak
Boleh Orang Telanjang Berthawaf dan Tidak Boleh Orang Musyrik Mengerjakan
Ibadah Haji
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan bagian dari hadits Abu Hurairah yang akan disebutkan pada
'65-AT-TAFSIR /9 / 2 - BAB'.")
Bab 67: Apabila
Berhenti Pada Waktu Thawaf
Atha'[33] berkata mengenai orang yang melakukan
thawaf, lalu diiqamati shalat. Atau, ia ditolak dari tempatnya, apabila telah
salam, "Hendaklah ia kembali ke tempat di mana thawafnya tadi diputuskan,
lalu ia bangun (lanjutkan) lagi.[34] Hal serupa juga diriwayatkan dari Ibnu
Umar dan Abdur Rahman bin Abu Bakar r.a.[35]
Bab 68: Shalat
Nabi Sebanyak Dua Rakaat Untuk Tujuh Kali Putaran Thawaf
Nafi' berkata, "Ibnu Umar biasa melakukan shalat dua rakaat untuk
tiap-tiap tujuh putaran thawaf."[36]
Ismaili bin Umayyah berkata, "Saya
berkata kepada az-Zuhri, 'Sesungguhnya Atha' berkata, 'Cukuplah baginya
melakukan shalat wajib untuk mewakili shalat dua rakaat thawaf.' Az-Zuhri
menjawab, 'Sunnah Nabi itu lebih utama. Nabi tidak pernah melakukan tujuh
putaran thawaf melainkan beliau lakukan shalat dua rakaat.'"[37]
802. Amr (bin Dinar 2/170) berkata,
"Kami bertanya kepada Ibnu Umar, 'Bolehkah seseorang mencampuri istrinya
pada waktu umrah sebelum ia melakukan sa'i antara Shafa dan Marwah?' Ibnu Umar
menjawab, "Ketika Nabi sampai (di Mekah 2/171), beliau melakukan thawaf di
Ka'bah tujuh kali. Kemudian shalat dua rakaat di maqam Ibrahim, (kemudian
beliau keluar ke Shafa 2/166), lalu melakukan sa'i antara Shafa dan Marwah
(tujuh kali 2/203), padahal Allah Ta'ala telah berfirman, 'Sungguh telah ada
bagi kamu pada diri Rasulullah itu teladan yang baik.'"
803. Amr bertanya kepada Jabir bin
Abdullah r.a., lalu ia menjawab, "Janganlah seorang laki-laki itu
mendekati istrinya, sehingga ia mengerjakan thawaf (yakni sa'i) antara Shafa
dan Marwah."
Bab 69: Orang
yang Tidak Mendekati Ka'bah dan Tidak Berthawaf Sehingga Keluar ke Arafah dan
Kembali Sesudah Thawaf Pertama (Yakni Thawaf Rudum)
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ibnu Abbas yang tertera
pada nomor 768 di muka.')
Bab 70: Orang
yang Shalat Dua Rakaat Thawaf di Luar Masjidil Haram
Umar r.a. shalat di luar tanah Haram.[38]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ummu Salamah yang
tercantum pada nomor 257.")
Bab 71: Orang
yang Shalat Dua Rakaat Thawaf di Belakang Maqam
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ibnu Umar yang tersebut
pada dua bab sebelumnya.")
Bab 72:
Mengerjakan Shalat Sunnah Sehabis Thawaf Sesudah Mengerjakan Shalat Subuh dan
Ashar
Ibnu Umar r.a. biasa melakukan shalat dua rakaat thawaf selama matahari belum
terbit.[39]
Umar melakukan thawaf sesudah shalat
subuh. Lalu, naik kendaraan hingga melakukan shalat dua rakaat di Dzi Thuwa.[40]
804. Aisyah r.a. mengatakan bahwa
orang-orang melakukan thawaf mengelilingi Baitullah sesudah mengerjakan shalat
subuh. Kemudian mereka duduk mendengarkan keterangan juru nasihat. Sehingga,
apabila matahari terbit, mereka lakukan shalat sunnah thawaf. Aisyah berkata,
"Orang-orang itu duduk. Sehingga, apabila telah datang waktu yang pada
saat itu tidak disukai melakukan shalat, mereka baru mengerjakan shalat."
805. Abdul Aziz bin Rufai' berkata, "Aku melihat Abdullah bin Zubair
mengerjakan thawaf sesudah mengerjakan shalat subuh, dan dia melakukan shalat
dua rakaat thawaf." Abdul Aziz berkata pula, "Aku melihat Abdullah
bin Zubair mengerjakan shalat dua rakaat sesudah shalat ashar. Ia menceritakan
bahwa Aisyah memberitahukan kepadanya bahwa Nabi tidak pernah masuk dalam
rumahnya (rumah Aisyah) melainkan sesudah mengerjakan dua rakaat (shalat dua
rakaat thawaf itu sehabis mengerjakan shalat Ashar)." (Dan dari jalan
Urwah, dia berkata, "Aisyah berkata, 'Hai anak saudaraku, Nabi sama sekali
tidak pernah meninggalkan shalat dua rakaat sesudah shalat ashar di
sisiku.'")[41]
Bab 73: Orang
Sakit Melakukan Thawaf dengan Berkendaraan
Bab 74: Memberi
Minum kepada Orang yang Sedang Menunaikan Ibadah Haji
806. Ibnu Umar r.a. berkata, "Abbas
bin Abdul Muthalib meminta izin kepada Rasulullah untuk bermalam di Mekah, pada
malam-malam Mina, karena ia bertugas memberi minum. Maka, Rasulullah
mengizinkannya."
807. Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa
Rasulullah datang ke Siqayah (urusan minum jamaah haji), dan beliau minta
minum. Maka, Abbas berkata, "Hai Fadhl, pergilah kepada ibumu, bawalah
minuman dari sisinya untuk Rasulullah!" Nabi bersabda, "Berilah saya
minum!" Ia menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka
memasukkan tangan padanya." Beliau bersabda, "Berilah saya
minum!" Maka, beliau minum daripadanya. Kemudian beliau datang ke zamzam
di mana mereka sedang memberi minum dan bekerja di sana. Beliau bersabda,
"Kerjakanlah, karena sesungguhnya kamu sekalian sedang melakukan amal
saleh. Seandainya tidak karena kamu akan terkalahkan, niscaya aku turun
sehingga aku letakkan tali di atas ini." Yakni belikat beliau, dan beliau
menunjuk ke belikat itu.
Bab 75:
Keterangan Mengenai air Zam-Zam
808. Ashim dari-asy-Sya'bi mengatakan
bahwa Ibnu Abbas r.a. bercerita kepadanya. Kata Ibnu Abbas, "Saya memberi
minum kepada Rasulullah dari air zam-zam lalu beliau minum sambil
berdiri."Ashim berkata, "Ikrimah bersumpah bahwa pada hari itu beliau
di atas unta."[42]
Bab 76: Thawaf
Orang yang Melakukan Haji Qiran
Bab 77:
Mengerjakan Thawaf Setelah Wudhu
809. Muhammad bin Abdurrahman bin Naufal
al-Qurasyi bertanya kepada Urwah ibnuz Zubair. Lalu, Urwah berkata, "Nabi telah
berhaji, maka Aisyah memberitahu kepadaku[43] bahwa yang pertama kali dilakukan oleh
Nabi ketika sampai di Mekah ialah berwudhu, lalu thawaf di Ka'bah dan tidak ada
umrah (yakni tidak tahalul hingga selesai hajinya). Abu Bakar juga berhaji dan
yang pertama kali ia lakukan adalah thawaf di Ka'bah dan tidak ada umrah.
Kemudian Umar juga berbuat seperti itu. Lalu, Usman berhaji dan yang pertama
kali ia lakukan adalah thawaf di Ka'bah dan tidak ada umrah. Kemudian Muawiyah
dan Abdullah bin Umar. Lalu, aku mengerjakan haji bersama Ibnuz Zubair. Maka,
yang pertama kali ia kerjakan adalah thawaf di Ka'bah dan tidak ada umrah. Kemudian
aku melihat sahabat muhajirin dan Anshar berbuat seperti itu, dan tidak ada
yang menjadikannya umrah. Orang terakhir yang aku lihat ialah Ibnu Umar. Ia
juga tidak mengubahnya menjadi umrah. Ini dia Ibnu Umar yang masih ada di sisi
mereka, tetapi mereka tidak bertanya kepadanya. Tiada seorang pun yang bertanya
kepadanya tentang apa yang pertama dilakukan ketika meletakkan kaki di Mekah,
yaitu thawaf di Ka'bah, kemudian tidak melakukan tahalul. Juga aku melihat ibu
dan bibiku ketika sampai di Mekah. Pertama yang dilakukan adalah thawaf di
Ka'bah, lalu tidak bertahalul. Kemudian ibuku memberitahu kepadaku bahwa ia dan
saudara wanitanya, az-Zubair, Fulan dan Fulan, mereka berihram untuk umrah.
Ketika telah selesai menyentuh rukun (selesai thawaf) langsung melakukan
tahalul."
Bab 78: Wajib Sa'i Antara Shafa dan Marwah dan Dijadikannya Salah Satu
Syi'ar (Tanda Kebesaran) Allah
810. Urwah berkata, "Saya pernah
bertanya kepada Aisyah (ketika usia saya masih muda 2/203), 'Bagaimanakah
pendapat Anda tentang firman Allah Ta'ala, 'Sesungguhnya Shafa dan Marwah itu
termasuk syiar-syiar Allah, maka barangsiapa yang berhaji ke Baitullah atau
berumrah, tidak ada dosa atasnya untuk bersa'i di antara keduanya.' Saya
berkata, 'Demi Allah, tidak ada dosa atas seseorang dengan tidak melakukan sa'i
antara Shafa dan Marwah.' Aisyah berkata, "Buruk sekali apa yang kamu
katakan, hai anak saudara wanitaku. (Dalam satu riwayat: Tidak demikian!).
Seandainya ayat ini seperti apa yang kamu takwilkan, maka tidak ada dosa atas
seseorang untuk tidak melakukan sa'i antara Shafa dan Marwah. Tetapi, ayat itu
diturunkan pada orang-orang Anshar, mereka (dan orang-orang Ghassan) sebelum
masuk Islam, mereka membaca talbiyah untuk Manat si berhala yang mereka sembah
di Musyallal Gurus dengan arah Qadid). Maka, orang yang membaca talbiyah, ia
rasa berdosa untuk sa'i di Shafa dan Marwah. Ketika mereka telah masuk Islam,
mereka bertanya kepada Rasulullah tentang hal itu, 'Wahai Rasulullah,
sesungguhnya kami merasa berdosa untuk (dalam satu riwayat: untuk tidak)
melakukan sa'i antara Shafa dan Marwah (karena menghormati Manat).' Maka, Allah
menurunkan ayat ini, 'Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah termasuk syiar-syiar
Allah.' Aisyah berkata, 'Rasulullah telah menjalankan sa'i antara Shafa dan Marwah,
maka tidak ada seorang pun untuk meninggalkan sa'i (dalam satu riwayat:
Mudah-mudahan Allah tidak menyempurnakan haji dan umrah seseorang yang tidak
melakukan sa'i) antara kedua nya.' Masalah di atas (yakni perbedaan pendapat
antara aku dan Aisyah) kuberitahukan kepada Abu Bakar bin Abdurrahman. Kemudian
Abu Bakar berkata, 'Sesungguhnya masalah ini adalah benar-benar suatu ilmu yang
belum pernah aku dengar. Aku memang pernah mendengar orang-orang dari golongan
ahli ilmu agama menyebutkan bahwa seluruh manusia mengerjakan thawaf (yakni
sa'i) antara Shafa dan Marwah, kecuali orang yang disebutkan oleh Aisyah, yaitu
memulai ihramnya di Manat. Sewaktu Allah mewajibkan berthawaf mengelilingi
Baitullah, Allah tidak menyertakan penyebutan masalah sa'i antara Shafa dan
Marwah di dalam AlQur 'an. Selanjutnya mereka berkata, 'Wahai Rasulullah, kita
semua dahulunya mengerjakan thawaf yakni sa'i antara Shafa dan Marwah.
Sesungguhnya Allah telah menurunkan wahyu yang menyebutkan adanya kewajiban
berthawaf mengelilingi Baitullah, tetapi mengenai masalah Shafa tidak
disebutkan oleh-Nya. Oleh karena itu, apakah kita semua akan mendapatkan dosa
jika melakukan sa'i antara Shafa dan Marwah?' Lalu Allah Ta'ala menurunkan ayat
yang berbunyi, 'Sesungguhnya Shafa dan Marwah itu termasuk syiar-syiar Allah,
maka barangsiapa yang berhaji ke Baitullah atau ber-umrah, tidak dosa atasnya
untuk bersa'i atas keduanya.' Kemudian Abu Bakar bin Abdurrahman berkata, 'Aku
mendengar bahwa ayat ini diturunkan kepada dua pihak sekaligus. Yaitu, pada
orang-orang yang merasa keberatan untuk melakukan thawaf atau sa'i yang biasa
mereka lakukan di zaman jahiliah antara Shafa dan Marwah. Juga diturunkan
kepada orang-orang yang melakukan thawaf, lalu merasa keberatan melakukan sa'i
antara Shafa dan Marwah itu, sekalipun sudah memeluk agama Islam. Mereka merasa
keberatan karena Allah memerintahkan melakukan thawaf mengelilingi Baitullah,
tetapi Allah tidak menyebutkan Shafa. Sehingga, menyebutkan hal itu sesudah
menyebutkan kewajiban thawaf mengelilingi Baitullah.'"
Bab 79: Keterangan Mengenai Sa'i antara Shafa dan Marwah
Ibnu Umar berkata, "Sa'i itu dari
kampung bani Abbad ke lorong bani Abi Husein."[44]
811. Ashim berkata, "Saya bertanya
kepada Anas bin Malik, 'Apakah kamu enggan bersa'i antara Shafa dan Marwah?' Ia
menjawab, 'Ya, sebab keduanya dahulu termasuk syiar (lambang) jahiliah (dalam
satu riwayat: Kami memandang keduanya merupakan urusan jahiliah, maka ketika
Islam datang, kami menahan diri dari keduanya 5/153), sehingga Allah menurunkan
ayat, 'Sesunggguhnya Shafa dan Marwah itu termasuk syiar-syiar Allah, maka
barangsiapa yang berhaji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa atasnya
untuk bersa'i pada keduanya.'"
812. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Rasulullah berthawaf mengelilingi Baitullah
dan bersa'i antara Shafa dan Marwah, hanyalah dengan tujuan untuk
memperlihatkan kekuatannya kepada kaum musyrikin."
Bab 80: Wanita yang Sedang Haid Boleh Menyelesaikan Semua Ama1an Haji
Kecuali Thawaf, dan Orang yang Bersa'i Antara Shafa dan Marwah Tanpa Berwudhu
Bab 81: Berihram
dari Bath-ha' dan Lain-Lainnya untuk Orang yang Bertempat Tinggal di Mekah dan
untuk Orang yang Berhaji Apabila Telah Keluar ke Mina
Atha' pernah ditanya tentang orang yang
dekat tempat tinggalnya yang melakukan talbiyah untuk haji. Lalu, ia berkata,
"Ibnu Umar bertalbiyah pada hari Tarwiyah, apabila telah shalat dan naik
di atas kendaraannya."[45]
Abdul Malik berkata dari Atha' dari Jabir
r.a., "Kami datang bersama Nabi. Lalu, kami tahalul hingga hari Tarwiyah, dan
kami jadikan Mekah sebagai permulaan kami bertalbiyah untuk haji."[46]
Abu Zubair berkata dari Jabir, "Kami
berihram dari Bath-ha'.'"[47]
Ubaid bin Juraij berkata kepada Ibnu Umar r.a., "Aku melihat Anda apabila
sudah berada di Mekah, orang-orang berihram ketika telah melihat bulan sabit.
Tetapi, Anda belum berihram hingga hari Tarwiyah." Ibnu Umar menjawab,
"Saya tidak melihat Rasulullah berihram sehingga kendaraan beliau
bersemangat dulu untuk membawa beliau."[48]
Bab 82: Di
Manakah Shalat Zhuhur pada Hari Tarwiyah
813. Abdul Aziz bin Rufai' berkata,
("Saya keluar ke Mina pada hari Tarwiyah, lalu saya berjumpa Anas yang
sedang naik himar, lalu) saya berkata kepadanya, 'Beritahukanlah kepadaku
tentang sesuatu yang kamu dapat dari Nabi. Di manakah beliau shalat zhuhur dan
ashar pada hari Tarwiyah?' Ia menjawab, 'Di Mina.' Saya bertanya, 'Di manakah
beliau shalat ashar pada hari Nafar?' Ia menjawab, 'Di al-Abthah.' Kemudian
Anas berkata, 'Lakukanlah seperti yang dilakukan oleh para amirmu
(pemimpinmu).'" (Dan dalam satu riwayat: "Perhatikanlah, di mana para
amirmu shalat, maka hendaklah engkau shalat di situ.")
Bab 83: Shalat
di Mina
Bab 84: Berpuasa
Pada Hari Arafah (9 Dzulhijjah)
814. Ummul Fadhl berkata,
"Orang-orang ragu (dalam satu riwayat: berdebat 2/248) (dan dalam riwayat
lain: bersilang pendapat di sebelahnya 2/174) pada hari (dalam satu riwayat:
sore hari 6/248) Arafah terhadap puasa Nabi. (Sebagian mereka berkata, 'Beliau berpuasa
pada hari itu,' dan sebagian lagi berkata, 'Beliau tidak berpuasa.') Lalu, saya
mengutus seseorang kepada Nabi membawa minuman (dan dalam satu riwayat: dengan
membawa semangkok susu ketika beliau sedang berada di atas kendaraannya). Maka,
beliau mengambil dengan tangan beliau sendiri, lantas meminumnya.'"
Bab 85: Bertalbiyah dan Bertakbir Apabila Berangkat dari Mina ke Arafah
815. Muhammad bin Abu Bakar ats-Tsaqafi
mengatakan bahwa ia bertanya kepada Anas bin Malik ketika pada suatu pagi keduanya
berangkat dari Mina ke Arafah, "Apakah yang engkau.kerjakan pada hari ini
beserta Rasulullah ?" Anas menjawab, "Di antara kami ada yang membaca
talbiyah, beliau tidak melarangnya; dan ada pula yang mengucapkan takbir,
beliau pun tidak melarangnya."
Bab 86:
Berangkat di Tengah Haji pada Hari Arafah
816. Salim berkata, "Abdul Malik
menulis sepucuk surat kepada al-Hajjaj agar dia jangan sampai menyalahi Ibnu
Umar dalam mengerjakan ibadah haji. Ia berteriak di kemah orang-orang yang
berhaji, '(Di manakah ini? 2/175).' Lalu, ia keluar dengan mengenakan sarung
besar yang dicelup dengan usfur. Ia berkata, 'Ada apakah engkau, wahai Abu
Abdir Rahman?' Abu Abdir Rahman menjawab, 'Berangkat awal, jika kamu
menghendaki sunnah.' Ia bekata, 'Saat ini?' Abdir Rahman menjawab, 'Ya.' Ia
berkata, 'Tunggulah saya sehingga saya menuangkan air di atas kepalaku.'
Kemudian saya (Salim) keluar, lalu Ibnu Umar turun sehingga al-Hajjaj dan
berjalan di antaraku dan ayahku (Ibnu Umar). Lalu saya berkata, 'Jika kamu
menghendaki sunnah, maka pendekkanlah khutbah dan segeralah wuquf.' Kemudian ia
melihat Abdullah. Ketika Abdullah melihat hal itu ia berkata, 'Benarlah
ia.'"
Bab 87: Melakukan Wuquf di Atas Kendaraan di Arafah
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ummul-Fadhl yang baru saja
disebutkan pada nomor 814.")
Bab 88: Menjama
Antara Dua Shalat di Arafah
Ibnu Umar r.a. apabila terluput melakukan
suatu shalat bersama imam, maka dia menjama antara keduanya.[49]
Salim mengatakan bahwa Hajjaj bin Yusuf
pada tahun ketika menyerbu pasukan Ibnuz Zubair, ia bertanya kepada Abdullah,
"Bagaimanakah yang engkau lakukan di tempat berwuquf pada hari
Arafah?" Salim menjawab, "Jika engkau berkehendak mengikuti apa yang
dikerjakan oleh Nabi, maka shalatlah di saat sedang teriknya matahari pada hari
Arafah itu." Kemudian Abdullah bin Umar (yakni ayah Salim) berkata,
"Benar, sesungguhnya para sahabat dahulu menjama antara shalat zhuhur dan
ashar sesuai apa yang ada di dalam sunnah Nabi" Aku (Ibnu Syihab) berkata
kepada Salim, "Apakah yang demikian itu memang dikerjakan oleh
Rasulullah?" Salim menjawab, "Dalam hal ini, tidakkah Anda mengikuti
melainkan kepada sunnah Nabi?"[50]
Bab 89:
Memendekkan Khutbah Di Arafah
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang baru saja disebutkan
pada nomor 816.")
Bab 90:
Bersegera ke Tempat Wuquf
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari tidak membawakan satu riwayat
pun.")
817. Jubair bin Muth'im berkata, "Saya lepaskan untaku, lalu saya
mencarinya pada hari Arafah. Maka, saya melihat Nabi wuquf di Arafah, kemudian
saya berkata, 'Ini, demi Allah, termasuk warga Hums (Quraisy), bagaimana
keadaannya di sini?'"
Bab 91: Wuquf Di
Arafah
818. Dari Hisyam bin Urwah, Urwah berkata, "Pada zaman jahiliah
orang-orang biasa melakukan thawaf dengan telanjang kecuali al-Humus,[51] dan al-Humus adalah kaum Quraisy dan
anak-anaknya. Kaum Quraisy itu suka meminjami pakaian kepada orang lain jika
akan thawaf. Yaitu, orang laki-laki meminjami pakaian kepada sesama laki-laki
untuk thawaf, dan wanita meminjami pakaian kepada sesama wanita untuk thawaf.
Barangsiapa yang tidak dipinjami pakaian oleh orang Quraisy, maka ia thawaf
dengan telanjang. Masyarakat umum biasa datang dari Arafah untuk wuquf; sedang
al-Humus (Quraisy) dari Mudzalifah."
Hisyam bin Urwah berkata, "Ayahku memberitahukan kepadaku dari Aisyah
bahwa ayat, 'Kemudian bertolaklah kalian dari mana orang-orang bertolak', itu
diturunkan untuk orang-orang Humus. (Dalam satu riwayat: Dahulu orang-orang
Quraisy dan yang mengikuti agamanya biasa melakukan wuquf di Muzdalifah. Maka,
ketika Islam datang, Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk datang ke Arafah dan
berwuquf di sana, kemudian bertolak dari sana. Itulah maksud firman Allah
Ta'ala 5/158, 'Kemudian bertolaklah kalian dari mana orang-orang bertolak.) Urwah
berkata, "Dahulu mereka bertolak dari Mudzalifah, kemudian diperintahkan
supaya bertolak dari Arafah."
Bab 92: Berjalan Sedang Ketika Berangkat dari Arafah
819. Urwah berkata, "Usamah ditanya
dan pada waktu itu aku duduk di dekatnya, 'Bagaimana yang dilakukan Rasulullah
pada haji wada' ketika beliau berangkat dari Arafah?' Ia menjawab, 'Beliau
berjalan sedang (antara cepat dan lambat). Apabila beliau mendapatkan lembah,
maka beliau bersegera."
Bab 93: Singgah di antara Arafah dan Jam'i
820. Nafi' berkata, "Abdullah bin
Umar biasa menjama antara shalat maghrib dan ashar di Jam'i. Hanya saja
sebelumnya ia berjalan melalui bukit yang biasa dilalui Rasulullah. Kemudian ia
masuk, memenuhi hajatnya (yakni buang air), dan berwudhu. Tetapi, tidak langsung
melakukan shalat, sehingga melakukannya di Jam'i."
821. Dari Kuraib, mantan budak Ibnu Abbas, dari Usamah bin Zaid bahwa ia
berkata, "Saya membonceng di belakang kendaraan Nabi (ketika[52] keluar dari Arafah). Maka ketika sampai
di Syi'ib sebelah kiri di dekat Muzdalifah, Nabi turun untuk kencing. Lalu,
beliau berwudhu, maka aku menuangkan air wudhunya. Beliau tidak berwudhu secara
lengkap, yakni yang wajib campur sunnah. Beliau berwudhu dengan wudhu yang
ringan, yakni membasuh yang wajib-wajib saja. Lalu, aku bertanya, 'Apakah
shalat wahai Rasulullah?' Beliau menjawab, 'Nanti shalat di tempat yang di
hadapanmu (Muzdalifah).' Kemudian beliau berangkat lagi sehingga ketika sampai
di Muzdalifah, (beliau turun dan berwudhu dengan lengkap, lalu diiqamati shalat
1/44). Kemudian beliau mengerjakan shalat maghrib. Lalu, setiap orang
menambatkan untanya di tempat peristirahatannya. Kemudian diiqamati shalat
isya, lalu beliau mengerjakan shalat, dan tidak mengerjakan shalat lain di
antaranya. Kemudian al-Fadhal membonceng Rasulullah pada pagi hari Nahar (Idul
Adha)."
822. Kuraib berkata, "Aku diberitahu oleh Abdullah bin Abbas dari Fadl bahwa
Rasulullah terus bertalbiyah sehingga sampai di Jumrah Aqabah." (Dan dari
jalan periwayatan lain dari Kuraib, bahwa Usamah bin Zaid r.a membonceng Nabi
dari Arafah ke Muzdalifah. Kemudian membonceng al-Fadhl dari Muzdalifah ke
Mina. Ia berkata, "Keduanya berkata, 'Nabi terus saja bertalbiyah sehingga
melempar jumrah Aqabah.")
Bab 94: Perintah Nabi Agar Tenang Ketika Pulang Kembali dari Arafah dan
Isyarat Beliau Kepada Para Sahabatnya dengan Cemeti
823. Ibnu Abbas mengatakan bahwa ia
berangkat dari Arafah bersama Nabi pada hari Arafah. Lalu, beliau mendengar
bentakan yang keras dan pukulan terhadap unta di belakang beliau. Maka, beliau
mengisyaratkan dengan cemeti kepada mereka seraya bersabda, "Wahai
manusia, hendaklah kalian tenang, karena kebajikan itu tidak dengan berjalan
cepat."
Bab 95: Shalat Menjama Dua Shalat di Muzdalifah
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Usamah yang baru saja disebutkan
pada nomor 821.")
Bab 96: Orang
yang Menjama Shalat Maghrib dengan Shalat Isya dan Tidak Mengerjakan Shalat
Sunnah Apa Pun
824. Ibnu Umar r.a. berkata, "Nabi
pernah menjama shalat magrib dan isya ketika di Jama (Muzdalifah). Tiap-tiap
shalat dari keduanya itu didahului dengan iqamah. Beliau tidak mengerjakan
shalat sunnah antara keduanya dan tidak pula setelah selesai tiap-tiap
shalat."
825. Abu Ayyub al-Anshari mengatakan bahwa Rasulullah pernah menjama shalat
maghrib dan isya di Mudzalifah pada waktu haji wada'.
Bab 97: Orang
yang Berazan dan Beriqamah untuk Setiap Shalat dan Kedua Shalat yang Dijama
826. Abdurrahman bin Yazid berkata,
"Abdullah bin Mas'ud melakukan ibadah haji. Lalu, kami datang di
Muzdalifah ketika tiba waktu azan untuk shalat isya, atau sudah mendekati
waktunya. Kemudian Abdullah menyuruh seorang lelaki untuk berazan dan
beriqamah. Lalu, ia melakukan shalat magrib, sesudah itu shalat ba'diah magrib
dua rakaat. Kemudian meminta makan malam lalu makan. Lalu, ia menyuruh seorang
yang kuyakini ia seorang lelaki. Orang itu lantas berazan dan beriqamah."
Amr berkata, "Aku tidak mengetahui keraguan melainkan dari Zuhair."
Abdurrahman meneruskan ceritanya, "Kemudian Abdullah bin Mas'ud
mengerjakan shalat isya dua rakaat. Setelah fajar telah menyingsing (ia mengerjakan
shalat ketika fajar telah menyingsing). Seseorang mengatakan, 'Fajar telah
menyingsing.' Ada pula yang mengatakan, 'Belum menyingsing.' Kemudian ia
berkata, 'Sesungguhnya Nabi tidak pernah mengerjakan shalat pada waktu ini
melainkan shalat ini di tempat ini dan pada hari ini.'"[53] Abdullah berkata, 'Keduanya adalah shalat
yang waktunya dipertukarkan dari yang semestinya, yaitu shalat magrib sesudah
orang-orang datang di Muzdalifah dan shalat fajar (yakni subuh) ketika fajar
shadiq menyingsing.' Ia mengatakan, 'Saya melihat Nabi melakukan hal itu.' (Dan
dalam satu riwayat: 'Saya tidak pernah melihat Nabi melakukan suatu shalat di
luar waktunya kecuali dua kali shalat yaitu menjama antara magrib dan Isya, dan
shalat subuh sebelum waktunya.' 2/179). Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa
kemudian Abdullah berkata, 'Sesungguhnya Rasulullah bersabda, 'Sesungguhnya
kedua shalat ini dipertukarkan waktunya di tempat ini yaitu magrib dan isya.'
Maka, orang-orang tidak menjama sehingga memasuki akhir waktu isya, dan
melakukan shalat fajar pada waktu ini. Kemudian beliau berhenti hingga hari
terang benderang.' Kemudian Ibnu Mas'ud berkata, 'Seandainya Amirul Mu'minin
bertolak sekarang, niscaya sesuai dengan sunnah. Maka, saya tidak mengetahui
apakah perkataannya yang terlalu cepat ataukah karena dorongan Utsman. Maka,
beliau senantiasa bertalbiyah sehingga melempar jumrah Aqabah pada hari
nahar.'"
Bab 98: Orang
yang Mendatangkan Orang-Orang yang Lemah dari Keluarganya di Waktu Malam, Lalu
Mereka Berdiam di Muzdalifah dan Berdoa, dan Ia Mendatangkan Itu Pada Saat
Bulan Telah Hilang
827. Salim berkata, "Abdullah bin Umar biasa mendahulukan orang-orang yang
lemah dari keluarganya. Lalu, mereka berhenti di Masy'aril Haram pada waktu
malam. Di sana mereka berzikir menyebut nama Allah sedapat-dapatnya. Kemudian
kembali sebelum berdirinya imam dan sebelum bertolaknya. Maka, ada di antara
mereka yang sampai di Mina pada waktu fajar dan ada sesudah itu. Apabila telah
sampai di Mina, mereka segera melempar Jumrah Aqabah. Ibnu Umar berkata,
'Rasulullah telah mengizinkan yang demikian itu.'"
828. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Aku termasuk orang-orang yang didahulukan
oleh Nabi pada malam Muzdalifah. Sebab, tergolong dari keluarganya yang
lemah-lemah." (Dalam satu riwayat: dengan membawa bekal perjalanan 2/218)
(dari jama pada waktu malam).
829. Abdullah mantan budak Asma' mengatakan bahwa Asma' tiba pada malam Arafah
di Muzdalifah. Ia bangun malam untuk mengerjakan shalat. Setelah shalat sesaat,
ia berkata, "Wahai anakku, apakah bulan telah terbenam?" Abdullah
menjawab, "Belum." Kemudian ia shalat sesaat, lalu bertanya,
"Wahai anakku, apakah bulan telah terbenam?" Abdullah menjawab,
"Ya". Lalu ia berkata, "Berangkatlah." Maka, kami berangkat
dan terus berlalu sampai ia melempar jumrah. Kemudian ia pulang lalu
mengerjakan shalat Shubuh di rumahnya. Maka, Abdullah berkata kepadanya,
"Wahai ini, kita tidak melihat diri kita kecuali hari masih gelap."
Ia berkata, "Hai anakku, sesungguhnya Rasulullah mengizinkan wanita dalam
sekedup."
830. Aisyah r.a. berkata, "Kami tiba di Muzdalifah, lalu Saudah minta izin
kepada Nabi untuk berangkat dari Arafah sebelum banyak manusia berjejal-jejal
karena ia seorang wanita yang lambat (jalannya) (dalam satu riwayat: berat
tubuhnya),[54] maka beliau mengizinkannya. Ia berangkat
dari Arafah sebelum banyak manusia, dan kami tinggal di sana sampai pagi.
Kemudian kami berangkat bersama keberangkatan beliau. Sungguh seandainya saya
meminta izin kepada Rasulullah sebagaimana Saudah meminta izin adalah lebih
saya sukai daripada sesuatu yang menggembirakan."
Bab 99: Orang
yang Shalat Subuh di Jam'i
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
hadits Ibnu Mas'ud yang tertera pada nomor 826 di muka.")
Bab 100: Kapankah Orang Haji Itu Berangkat dari Jam'i (Muzdalifah)?
831. Amr bin Maimun berkata, "Saya
menyaksikan sendiri bahwa Umar r.a. shalat subuh pada hari Arafah kemudian ia
berdiri dan berkata, 'Sesungguhnya orang-orang musyrik itu tidak berangkat ke
Arafah sehingga terbit matahari (di atas Tsabir) dan mereka berkata,
'Bersinarlah, hai Tsabir (nama gunung).' Sesungguhnya Nabi menyelisihi mereka,
kemudian beliau berangkat sebelum terbit matahari."
Bab 101: Mengucapkan Talbiyah dan Takbir Pada Pagi Hari Nahar Ketika
Melempar Jumrah dan Naik dengan Membonceng Sewaktu Pergi
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
hadits Ibnu Abbas yang tercantum pada nomor 822 di muka.")
Bab 102: Firman
Allah, "Bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam
bulan haji) (wajiblah ia menyembelih) kurban yang mudah didapat. Tetapi, jika
tidak menemukan (binatang kurban atau tidak mampu) maka wajib berpuasa tiga
hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali.
Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah)
bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram
(orang-orang yang bukan penduduk Mekah)." (al-Baqarah: 196)
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ibnu Abbas yang tertera
pada nomor 776 di muka.")
Bab 103: Menaiki Unta yang Akan Disembelih. Firman Allah, "Telah Kami
jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian daripada syiar Allah. Kamu memperoleh
kebaikan yang banyak padanya. Maka, sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu
menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila
telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang-orang
yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang
meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu,
mudah-mudahan kamu bersyukur. Daging-daging unta itu dan darahnya sekali-kali
tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan darimulah yang dapat
mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu
mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepadamu. Berilah kabar gembira kepada
orang-orang yang berbuat baik." (al-Hajj: 36-37)
Mujahid berkata, "Disebut al-budn karena gemuknya. Al-Qaani' artinya orang
yang meminta, dan 'al-mu'tarr adalah orang yang tidak meminta daging kurban
itu, baik ia orang kaya maupun orang miskin. Dan sya'aairullah ialah
menyembelih kurban yang besar dan baik, sedang al-'atiiq ialah lehernya."[55] Ada yang mengatakan bahwa kata
"wajabat" itu berarti jatuh ke tanah, seperti perkataan "wajabat
asy-syamsu"; artinya cahaya matahari itu telah jatuh ke tanah.[56]
832. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa
Rasulullah melihat seorang laki-laki menggiring unta, lalu beliau bersabda,
"Naikilah." Ia berkata, "Ini unta kurban." Beliau bersabda,
"Naikilah." Ia berkata, "Ini unta kurban (wahai Rasulullah
3/191)." Beliau bersabda, "Naikilah, celaka kamu!" (Beliau mengucapkan
demikian) pada kali yang ketiga atau kedua. (Maka, saya melihatnya menaikinya
dan berjalan bersama Rasulullah, sedang sandalnya diletakkan di leher untanya
2/184)."
833. Dari Anas r.a. seperti itu. (Dan
dalarn satu riwayat: Lalu beliau bersabda pada kali yang ketiga atau keempat,
"Naiklah, celakalah engkau" atau "siallah engkau!" 3/191).
Bab 104: Orang yang Menggiring Unta Sendiri Untuk Hadyu
834. Ibnu Umar r.a. berkata, "Rasulullah berhaji tamattu' pada waktu haji
wada' dengan umrah haji. Beliau membawa binatang hadyu 'kurban' dan menggiringnya
dari Dzul Hulaifah. Rasulullah memulai dengan membaca talbiyah untuk umrah
kemudian membaca talbiyah untuk berhaji. Maka, orang-orang melakukan tamattu'
bersama Nabi dengan umrah ke haji. Sebagian dari manusia ada yang membawa
hadyu, dan ia menggiring binatang hadyu itu. Tapi, sebagian dari mereka ada
yang tidak membawa hadyu. Ketika Nabi tiba di Mekah, beliau bersabda kepada
manusia, 'Barangsiapa di antaramu yang membawa hadyu, maka sesungguhnya tidak
halal baginya sesuatu yang diharamkan baginya sampai ia menyelesaikan hajinya.
Dan, barangsiapa di antaramu yang tidak membawa hadyu, maka hendaklah ia thawaf
di Baitullah dan (sa'i) antara Shafa dan Marwah, bercukur dan bertahalul.
Kamudian ia membaca talbiyah untuk haji. Barangsiapa yang tidak rnempunyai
binatang hadyu, maka hendaklah ia berpuasa tiga hari dalam haji dan tujuh hari
apabila pulang kepada keluarganya.' Ketika beliau tiba di Mekah, beliau
melakukan thawaf (qudum). Lebih dahulu beliau menyentuh sudut, kemudian berlari
tiga putaran dan berjalan empat putaran. Setelah selesai thawaf keliling
Ka'bah, beliau mengerjakan shalat dua rakaat di belakang maqam. Setelah memberi
salam, beliau menuju Shafa, lalu melakukan sa'i tujuh kali antara Shafa dan
Marwah. Beliau belum halal (bertahalul) sebelum selesai mengerjakan haji dan
menyembelih kurban pada hari Nahar dan thawaf ifadhah (yakni thawaf rukun,
dilaksanakan setelah kembali dari Arafah) berkeliling Ka'bah. Setelah semuanya
itu selesai, barulah beliau halal dari semua yang tadinya haram. Maka, dikerjakanlah
seperti apa yang dilakukan oleh Rasulullah itu, oleh siapa saja yang sanggup
membayar hadyu, telah menyiapkan dan menghalaunya di antara orang banyak."
835. Aisyah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw. pada waktu melakukan haji tamattu'
nya dengan umrah ke haji, maka orang-orang melakukan tamattu' bersama beliau
seperti itu.
Bab 105: Orang
yang Membeli Hadyu dan Jalanan (Di Tanah Halal atau Tanah Suci)
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Ibnu Umar yang akan
disebutkan pada '27 AL-HASHR/2 BAB'.")
Bab 106: Orang yang Memberi Tanda Dan Mengalungi Hadyu di Dzul Hulaifah
Kemudian Berihram
Nafi' berkata, "Ibnu Umar apabila
membeli hadyu dari Madinah, maka ia mengalunginya dan memberi tanda dengan
menggores sebelah kiri kelasnya (punuknya) dengan pisau besar, sedang hadyu-nya
itu menderum (duduk) dengan wajahnya menghadap ke arah kiblat."[57]
Bab 107:
Memintal Tali Untuk Kalung Unta dan Sapi
Bab 108: Memberi
Tanda Kepada Unta yang Akan Dijadikan Hadyu
Urwah mengatakan bahwa Miswar r.a.
berkata, "Nabi memberi kalung kepada hadyu-nya, kemudian memberinya tanda,
sesudah itu beliau ihram untuk umrah."[58]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Aisyah yang akan
disebutkan dalam bab berikutnya ini.")
Bab 110: Orang yang Mengalungi Hadyunya dengan Tangannya Sendiri
836. Amrah binti Abdurrahman mengatakan
bahwa Ziad bin Abu Sufyan menulis sepucuk surat kepada Aisyah bahwa Abdullah
bin Abbas r.a. berkata, "Barangsiapa yang membawa hadyu, maka haram
atasnya apa yang diharamkan kepada orang yang haji sehingga binatang hadyu-nya
disembelih." Amrah berkata, "Lalu Aisyah berkata, 'Tidak seperti apa
yang dikatakan Ibnu Abbas. Saya memintal kalung-kalung binatang hadyu
Rasulullah (dalam satu riwayat: kalung kambing Nabi) dengan bulu yang ada pada
saya dengan tangan saya. Kemudian Rasulullah mengalungkannya dengan kedua
tangan beliau (dan memberinya tanda 2/182). Lalu, beliau mengirimkannya bersama
ayahku ke Baitullah, dan beliau berada di Madinah dalam keadaan halal. Maka,
tidaklah haram atas Rasulullah sesuatu yang dihalalkan Allah untuk beliau
sehingga binatang hadyu itu disembelih.'" (Dalam satu riwayat:
"Beliau membawa hadyu dari Madinah, lalu saya memintal kalung hadyu-nya.
Kemudian beliau tidak menjauhi sesuatu yang harus dijauhi oleh orang yang
sedang ihram.") (Dan dari jalan Masruq bahwa dia datang kepada Aisyah,
lalu berkata kepadanya, "Wahai Ummul Mu'minin! Seseorang mengirim hadyu ke
Ka'bah, dan dia duduk di tempatnya saja, dan berpesan agar unta kurbannya
dikalungi. Pada hari itu ia tetap berihram sehingga orang-orang
bertahalul?" Masruq berkata, "Lalu, saya mendengar tepuk tangan Aisyah
dari balik hijab, kemudian berkata, 'Sesungguhnya saya memintal hadyu
Rasulullah. Lalu, beliau mengirimkan hadyunya ke Kabah. Maka, tidak lagi haram
atas beliau apa yang halal bagi orang-orang lelaki terhadap istrinya, sehingga
orang-orang kembali pulang.'" 6/239)
Bab 110: Memberi
Kalung Kepada Kambing
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya beberapa bagian dari hadits Aisyah di
atas.")
Bab 111: Membuat Tali dari Kapas atau Bulu
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Aisyah di
atas.")
Bab 112: Mengalungkan Sandal pada Leher Hadyu
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Hurairah yang tercantum pada
nomor 832 di muka.")
Bab 113: Pelana untuk Unta Hadyu
Ibnu Umar r.a. tidak merobek pelana kecuali pada tempat kelasa (punuk). Apabila
dia menyembelihnya, maka dilepaskannya pelananya karena takut rusak oleh darah.
Kemudian dia menyedekahkannya.[59]
837. Ali r.a. berkata, "(Nabi
menyerahkan kurban seratus ekor unta lalu 2/186) menyuruh saya (dalam satu
riwayat: mengutus saya). Kemudian saya mengurus kurban-kurban tersebut. Lalu,
Rasulullah menyuruh saya agar menyedekahkan pelana dan kulit kurban yang telah
disembelih. (Dalam riwayat lain: Lalu, beliau menyuruh saya membagi-bagikan
dagingnya, lantas saya bagikan. Kemudian menyuruh saya membagi-bagikan
pelananya, lalu saya bagikan. Lalu, menyuruh saya membagi-bagikan kulitnya dan
saya bagikan. Juga agar saya tidak memberikan sedikitpun sebagai upah
penyembelihannya."[60]
Bab 114: Orang
yang Membeli Hadyu dari Jalanan dan Mengalunginya dengan Tali
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang disebutkan pada '27-AL-HASHR/2-BAB'.")
Bab 115: Seorang
Lelaki yang Menyembelih Sapi Untuk Istrinya Tanpa Perintah Istrinya Itu
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Aisyah yang tercantum
pada nomor 178 di muka.")
Bab 116:
Menyembelih di Tempat Penyembelihan Milik Nabi di Mina
838. Nafi' mengatakan bahwa Abdullah r.a.
biasa menyembelih di tempat penyembelihan. Abdullah berkata (yakni) tempat
penyembelihan yang biasa digunakan menyembelih oleh Rasulullah (Dan dalam satu
riwayat dari Nafi': Bahwa Ibnu Umar r.a. mengirimkan binatang kurbannya dari
Jam'i pada akhir malam hingga dimasukkan ke tempat penyembelihan milik Nabi
bersama orang-orang yang sedang menunaikan haji yang di antaranya ada orang
merdeka dan ada pula budak).
Bab 117: Menyembelih Unta dalam Keadaan Terikat
839. Ziyad bin Jubair berkata, "Saya
melihat Ibnu Umar mendatangi seorang lelaki yang menderumkan untanya dan
menyembelihnya. Ia berkata, 'Lepaskanlah pengikatnya dengan berdiri dan terikat
kakinya, dengan mengikuti sunnah Muhammad.'"
Bab 118: Menyembelih Unta Sedang Unta Itu Berdiri
Ibnu Umar berkata, "Sunnah Muhammad
saw."[61]
Ibnu Abbas berkata, "Yang dimaksud
dengan lafal 'shawaaffa' (dalam Al-Qur'an) itu adalah berdiri."[62]
840. Anas berkata, "Nabi shalat
zhuhur di Madinah empat rakaat dan shalat ashar di Dzul Hulaifah dua rakaat
(yakni diqashar), lalu menginap di Dzul Hulaifah. Setelah tiba waktu pagi
(beliau mengerjakan shalat subuh, kemudian 2/186) beliau menaiki kendaraannya.
Lalu, membaca tahlil dan tasbih. Setelah berada di tempat yang tinggi Baida',
beliau bertalbiyah dengan menggunakan kedua kalimat itu secara bersama-sama
(Dalam satu riwayat: Sehingga ketika kendaraannya membawa beliau ke Baida',
beliau bertalbiyah untuk umrah dan haji). Ketika beliau memasuki kota Mekah,
beliau perintahkan kepada para sahabatnya supaya bertahalul. Nabi menyembelih
tujuh ekor unta dengan tangannya sedang unta-unta itu berdiri. Sedangkan, di
Madinah beliau menyembelih dua ekor kambing kibas yang bulunya putih bercampur
hitam dan besar tanduknya."
Bab 119: Orang yang Menyembelih Itu Tidak Diberi Sesuatu dari Hadyunya
Sebagai Upah
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ali yang tercantum pada nomor 837
di muka.")
Bab 120:
Disedekahkannya Kulit Hadyu
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
hadits Ali yang diisyaratkan di atas.")
Bab 121: Disedekahkannya Pelana Unta
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ali di muka.")
Bab 122: Firman Allah dalam Surah al-Hajj. Allah berfirman, "Dan
(ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah
(dengan mengatakan), janganlah kamu memperserikatkan sesuatu pun dengan Aku dan
sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang
beribadat, dan orang-orang yang ruku dan sujud. Berserulah kepada manusia untuk
mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan
mengendarai unta kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya
mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut
nama Allah pada hari yang ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan
kepada mereka berupa binatang ternak. Maka, makanlah sebagian daripadanya dan
(sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.
Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan
hendaklah menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan
thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). Demikian (perintah Allah).
Barangsiapa yang mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah, maka itu
adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya." (al-Hajj: 26-30)
Bab 123: Apa yang Dapat dimakan dari Unta Kurban dan Apa Yang Mesti
Disedekahkan
Ibnu Umar berkata, "Tidak dimakan bagian dari buruan dan nazar, dan yang
selain dari itu boleh dimakan."[63]
Atha' berkata, "Boleh memakan dan memberi makan perbekalan."[64]
841. Jabir bin Abdullah berkata,
"Kami tidak makan dari daging unta kami lebih dari hari di Mina. Lalu,
Nabi memberi kemurahan kepada kami seraya bersabda, "Makanlah dan
berbekallah. Maka, kami makan dan berbekal." Aku (perawi) bertanya kepada
Atha', "Apakah dia (Jabir) berkata, "Hingga kami tiba di
Madinah?" Dia menjawab, "Tidak."[65] (Dan dalam satu riwayat dari Jabir:
"Kami berbekal dengan daging kurban pada zaman nabi ke Madinah." Dan
dia berkata tidak hanya sekali, "Daging hadyu 'binatang kurban'
6/239)."
Bab 125: Menyembelih Sebelum Mencukur Rambut
842. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Ada
seorang laki-laki berkata kepada Nabi (dalam satu riwayat: "Nabi ditanya
tentang berhari nahar ketika di Mina. Lalu beliau menjawab, 'Tidak mengapa.'
Lalu ada laki-laki lain bertanya 2/190), 'Saya thawaf ziyarah (thawaf ifadhah))
sebelum melontar?' (Lalu beliau berisyarat dengan tangan beliau 1/29) seraya
bersabda, 'Tidak mengapa.' (Lelaki lain 7/226) bertanya, 'Saya mencukur rambut
sebelum menyembelih?' (Beliau berisyarat dengan tangan beliau seraya) bersabda,
'Tidak mengapa.' (Laki-laki lain lagi) berkata, 'Saya menyembelih sebelum
melontar?' Beliau bersabda, 'Tidak mengapa.' (Dia bertanya, 'Saya melontar
sesudah sore hari?'[66] Beliau bersabda, 'Tidak mengapa.')"
Dari jabir dari Nabi bahwa Jabir berkata yang semakna dengan itu.[67]
Bab 125: Orang
yang Mengempalkan Rambut Kepalanya Ketika Berihram dan Mencukur
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
hadits Hafshah yang tertera pada nomor 775.")
Bab 126:
Mencukur dan Memendekkan Rambut di Waktu Bertahalul
843. Abdullah bin Umar r.a. mengatakan bahwa
Rasulullah bercukur pada waktu haji dan segolongan sahabat beliau, dan sebagian
dari mereka ada yang memendekkan rambutnya. Beliau berdoa, "Ya Allah,
berilah rahmat kepada orang-orang yang bercukur." Mereka berkata,
"Dan orang-orang yang menggunting rambut, wahai Rasulullah?" Beliau
berdoa, "Ya Allah, berilah rahmat kepada orang-orang yang bercukur."
Mereka berkata, "Dan orang-orang yang menggunting (rambut), wahai
Rasulullah?" Beliau mengucapkan (pada kali keempat,[68]) "Dan orang-orang yang menggunting
(rambut)."
844. Abu Hurairah r.a. berkata,
"Rasulullah mengucapkan, 'Ya Allah, ampunilah orang-orang yang bercukur.'
Mereka berkata, 'Dan, orang-orang yang menggunting rambut.' Beliau mengucapkan,
'Ya Allah, ampunilah orang-orang yang bercukur.' Mereka berkata, 'Dan,
orang-orang yang menggunting rambut'. Beliau mengucapkannya tiga kali, sabdanya
lagi, 'Dan, kepada orang-orang yang menggunting rambut.'"
845. Mu'awiyah r.a. berkata, "Saya menggunting rambut Rasulullah dengan
semacam mata panah yang panjang."[69]
Bab 127: Orang
yang Memendekkan Sesudah Mengerjakan Umrah
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
hadits Ibnu Abbas yang tertera pada nomor 768 di muka.")
Bab 128: Berziarah pada Hari Nahar (Idul Adha)
Abu Zubair berkata dari Aisyah dan Ibnu
Abbas r.a., "Nabi mengakhirkan ziarah hingga malam hari."[70] Disebutkan dari Abu Hassan dari Ibnu
Abbas r.a. bahwa Nabi ziarah ke Baitullah pada hari-hari Mina.[71]
846. Ibnu Umar r.a. mengatakan bahwa ia
berthawaf sekali thawafan, lalu tidur siang di Mekah. Kemudian mendatangi Mina,
yakni pada hari nahar. Dan di-rafa'-kan dalam suatu riwayat.[72]
Bab 129: Apabila Melontar Sesudah Waktu Sore (Sesudah Tergelincirnya
Matahari) atau Mencukur Sebelum Menyembelih Hadyu Karena Lupa atau Tidak
Mengerti
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Ibnu Abbas yang baru
disebutkan pada nomor 842 di muka.")
Bab 130: Memberi Fatwa dengan Mengendarai Kendaraan Di Waktu Berada Di
Jumrah
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abdullah bin Amr bin Ash yang
tertera pada nomor 62 di muka.")
Bab 131:
Berkhuthah Pada Hari-hari Mina
847. Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa Rasulullah berkhutbah pada hari nahar.
Beliau bersabda, "Wahai sekalian manusia! Hari apakah ini?" Para
sahabat menjawab, "Hari haram (suci)." Beliau bersabda, "Negeri
apakah ini?" Para sahabat menjawab, "Negeri haram (suci)."
Beliau bersabda, "Bulan apakah ini?" Para sahabat menjawab,
"Bulan haram (suci)." Beliau bersabda, "Sesungguhnya darahmu,
hartamu, dan kehormatanmu adalah haram atasmu semua, sebagaimana kesucian
hartamu ini, negerimu ini, dan bulanmu ini." Kata-kata itu beliau ucapkan
berulang-ulang. Kemudian beliau mengangkat kepalanya, lalu bersabda, "Ya
Allah, bukankah aku telah menyampaikan? Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan?"
Ibnu Abbas berkata, "Demi Allah yang diriku dalam kekuasaan-Nya.
Sesungguhnya khutbah beliau itu merupakan wasiat bagi seluruh umatnya."
(Nabi meneruskan) sabdanya, "Oleh karena itu, hendaklah yang hadir ini
menyampaikan kepada yang tidak hadir. Janganlah kamu menjadi kafir kembali
(dalam satu riwayat: murtad) sesudahku, yaitu sebagian kamu memukul kuduk
sebagian yang lain (kamu berkelahi sesamamu)."
Bab 132: Apakah Orang-orang yang Bertugas Memberi Air Minum kepada Orang
Banyak dan Orang-Orang Lain Itu Boleh Bermalam di Mekah pada Malam-Malam Hari
Mina
848. Ibnu Umar r.a mengatakan bahwa Abbas
r.a. meminta izin kepada Nabi untuk bermalam di Mekah pada malam-malam Mina,
perlu memberi minum orang banyak, kemudian beliau memberi izin kepadanya.
Bab 133: Melontar Beberapa Jumrah
Jabir berkata, "Nabi melontar jumrah
Aqabah pada hari nahar di waktu dhuha. Setelah itu beliau melontar jumrah yang
lain-lain ketika matahari telah tergelincir."
849. Wabarah berkata, "Aku bertanya
kepada Ibnu Umar, 'Kapankah saya melempar jumrah?' Ia berkata, 'Jika imammu
melempar, maka melemparlah.' Saya mengulangi pertanyaan itu, lalu ia berkata,
'Kami menunggu masa (waktu). Apabila matahari tergelincir, maka kami
melempar.'"
Bab 134: Melontar Beberapa Jumrah dari Dalam Lembah
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Mas'ud yang tercantum setelah
dua bab lagi.")
Bab 135:
Melontar Jumrah-Jumrah Itu dengan Tujuh Batu Kecil
Hal itu disebutkan oleh Ibnu Umar dari Nabi
saw.[73]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits yang diisyaratkan di atas.")
Bab 136: Orang
yang Melontar Jumrah Aqabah Lalu Menjadikan Baitul Haram di Sebelah Kirinya
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits yang diisyaratkan di muka.")
Bab 137:
Mengucapkan Takbir pada Setiap Kali Lontaran Kerikil
Ibnu Umar mengatakan hal itu dari Nabi
saw.
850. Al-A'masy berkata, "Aku
mendengar Hajjaj berkhutbah di atas mimbar, 'Surah yang disebut di dalamnya
al-Baqarah, surah yang disebut di dalamnya Ali Imran, surah yang disebutkan di
dalamnya an-Nisaa'. '" Al-A'masy berkata, "Kemudian aku menyampaikan
berita itu kepada Ibrahim, lalu Ibrahim berkata, "Saya diceritakan oleh
Abdurrahman bin Yazid ketika ia bersama Ibnu Mas'ud di saat melempar jumrah
Aqabah dari tengah-tengah lembah. Sehingga, apabila hampir di pohon, ia
menjauhinya, (lalu menjadikan Baitullah di sebelah kirinya dan Mina di sebelah
kanannya). Lalu, ia melempar dengan tujuh batu kerikil dan bertakbir pada
setiap lemparan. Kemudian berkata (dalam satu riwayat: kemudian saya berkata,
'Wahai putra Abdur Rahman, sesungguhnya orang-orang melemparnya dari atasnya'
Lalu ia berkata), 'Dari tempat ini, demi Zat yang tidak ada Tuhan selain-Nya,
telah berdiri (dalam satu riwayat: Demikianlah melempar) orang yang diturunkan
kepada nya surah al-Baqarah, yaitu Nabi.'"
Bab 138: Orang yang Melempar Jumrah Aqabah dan Tidak Berhenti
Demikian dikatakan oleh Ibnu Umar dari
Nabi saw..
Bab 139: Bila Orang Melempar Dua Buah Jumrah Menuruni Jurang Lalu Berdiri
Sambil Menghadap Kiblat
851. Ibnu Umar r.a mengatakan bahwa ia
melempar jumrah yang dekat (ke arah masjid Mina) dengan tujuh batu kecil,
dengan bertakbir untuk mengiringi setiap batu kecil. Kemudian ia maju sampai ke
tanah yang datar, lalu berdiri dengan menghadap kiblat. Ia berdiri lama,
berdoa, mengangkat kedua tangannya. Kemudian melempar jumrah al-Wustha. (Dalam
satu riwayat: Lalu ia melemparnya dengan tujuh batu kerikil, dengan bertakbir
pada setiap kali melemparkan sebuah batu). Kemudian ia mengambil arah sebelah
kiri, lalu ia mengeraskan suara dan berdiri menghadap kiblat ia berdiri lama,
kemudian berdoa, dan mengangkat kedua tangannya. Kemudian ia melempar jumrah
Aqabah dari dalam lembah itu (maka ia melemparnya dengan tujuh batu kerikil,
dengan bertakbir pada setiap kali melemparkan kerikil). Ia tidak berhenti di
sana, kemudian berangkat dan berkata, "Demikianlah saya melihat Nabi
melakukannya."
Bab 140: Mengangkat Kedua Tangan pada Jumrah Dunya dan Wustha
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar di atas.")
Bab 141: Berdoa di Kedua Jumrah (Dunya dan Wustha)
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits yang diisyaratkan di
atas.")
Bab 142:
Mengenakan Wangi-wangian Sesudah Melontar Semua Jumrah dan Mencukur Sebelum
Melakukan Thawaf Ifadhah
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
sebagian dari hadits Aisyah yang tertera pada nomor 764.")
Bab 143: Thawaf Wada' (Mohon Diri)
852. Ibnu Abbas r.a. berkata,
"Manusia disuruh agar akhir masa mereka adalah di Baitullah. Hanya saja
beliau memberi keringanan terhadap orang yang sedang haid."
853. Anas bin Malik r.a. mengatakan bahwa
Nabi saw. shalat zhuhur dan ashar, maghrib dan isya, dan tidur di hamparan.
Kemudian beliau berkendaraan ke Baitullah, lalu thawaf di sana.
Bab 144: Wanita
Jika Berhaid Sesudah Mengerjakan Thawaf Ifadhah
854. Ikrimah mengatakan bahwa penduduk
Madinah bertanya kepada Ibnu Abbas r.a. mengenai wanita yang sesudah berthawaf
ifadhah kemudian haid. Ibnu Abbas berkata kepada mereka, "Wanita itu
jangan kembali dulu sampai ia bersuci dan thawaf wada'." Mereka berkata,
"Kita tidak akan mengikuti ucapan engkau dan meninggalkan ucapan
Zaid." Kemudian Ibnu Abbas berkata, "Apabila kalian telah datang di
Madinah, maka tanyakanlah hal itu kepada penduduk Madinah." Setelah mereka
tiba di Madinah, lalu mereka menanyakan hal itu kepada penduduk Madinah yang
ahli dalam masalah tersebut. Di antara orang yang ditanya adalah Ummu Sulaim.
Kemudian Ummu Sulaim menyebutkan hadits Shafiyah."[74]
Bab 145: Orang
yang Shalat Ashar Pada Hari Nafar (Yakni Hari Kembali Dari Mina) di Abthah
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas yang tertera pada nomor 813 di
muka.")
Bab 146: Muhashshab
855. Aisyah r.a. berkata, "Muhashshab
adalah sebuah tempat persinggahan yang disinggahi oleh Nabi agar lebih mudah
bagi keluarnya beliau, yakni jika berada di Abthah."
856. Ibnu Abbas r.a. berkata,
"Pembuatan hamparan itu bukan apa-apa, itu hanya tempat tinggal yang
disinggahi Rasulullah."
Bab 147: Singgah
di Dzi Thuwa Sebelum Memasuki Mekah dan Singgah di Bath-ha' yang Berada Di
Wilayah Dzul Hulaifah Apabila Kembali dari Mekah
857. Nafi' mengatakan bahwa Ibnu Urnar r.a. bermalam di Dzi Thuwa di antara dua
buah jalan di tanah tinggi. Kemudian masuk dari jalan di dataran tinggi yang
ada di bagian atas dari Mekah. Apabila telah datang di Mekah untuk ibadah haji
atau umrah, beliau tidaklah menghentikan untanya melainkan di pintu masjid.
Kemudian beliau masuk, lalu mendatangi rukun aswad atau hajar aswad. Maka,
mulai dari situlah beliau bertolak untuk mengerjakan thawaf tujuh kali. Tiga
kali dengan berjalan agak cepat, sedangkan yang empat kali dengan berjalan
biasa. Sehabis itu beliau berangkat ke tempat bersa'i sebelum pulang ke
rumahnya. Kemudian beliau mengerjakan thawaf (yakni sa'i) antara Shafa dan
Marwah. Manakala beliau kembali hendak menuju ke Madinah karena telah
menyelesaikan ibadah haji atau umrah, maka beliau menghentikan untanya di
Bath-ha' yang ada di Dzul Hulaifah yang tempat itu dahulunya dipergunakan oleh
Nabi untuk menghentikan untanya."
858. Khalid al-Haris berkata, "Ubaidillah pernah ditanya tentang
Muhashshab. Kemudian Ubaidillah memberitahukan kepada kami dari Nafi', ia
berkata, "Rasulullah umrah dan Ibnu Umar seringkali singgah di situ."
859. Nafi' mengatakan bahwa Ibnu Umar r.a. sering mengerjakan shalat zhuhur dan
ashar di sana (al-Muhashshab), saya kira dia berkata, "Dan maghrib."
Khalid berkata, "Saya tidak ragu-ragu dia rnengerjakan shalat isya,
kemudian ia tidur sebentar. Ia menyebutkan hal itu dari Nabi."
Bab 148: Orang yang Singgah di Dzi Thuwa Apabila Kembali dari Mekah
Nafi' mengatakan bahwa apabila Ibnu Umar
r.a. datang, ia bermalam di Dzi Thuwa. Sehingga, apabila telah masuk waktu
pagi, ia masuk. Apabila ia berangkat, ia singgah di Dzi Thuwa, ia bermalam di
sana sampai masuk pagi, dan ia menyebutkan bahwa Nabi selalu melakukan hal itu.[75]
Bab 149:
Berdagang pada Hari-Hari Musim Haji dan Jual Beli di Pasar-Pasar Jahiliah
860. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Dzul Majas dan Ukad (dan Mijannah) adalah
tempat berdagangnya orang-orang (dalam satu riwayat: pasar-pasar 5/158) pada
zaman jahiliah. Setelah agama Islam datang, maka orang-orang itu seakan-akan
tidak suka berjual beli di situ (dalam satu riwayat: merasa berdosa berdagang
di situ 3/15), sehingga turunlah ayat, 'Tidak ada dosa bagi kamu untuk mencari
karunia dari Tuhanmu) di musim-musim haji.' (Demikian Ibnu Abbas membaca ayat
itu).'"
Bab 150:
Berjalan pada Akhir Waktu Malam dari Muhashshab
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dan hadits Aisyah yang tertera
pada nomor 178 di muka.")
Catatan Kaki:
[1] Hadits Anas akan disebutkan secara maushul di sini (27-BAB), dan
hadits Ibnu Abbas disebutkan pada (33-BAB).
[2] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dan Said bin Manshur dengan
isnad yang sahih.
[3] Al-Hafizh berkata, "Penyusun (Imam Bukhari) mengistimbat
dari membawakan kabar ini dengan redaksi kalimat berita, 'Penduduk Madinah
berihram' dengan maksud menetapkan ketentuan seperti itu. Apalagi tidak
diriwayatkan dari seorang pun yang naik haji bersama Nabi bahwa beliau berihram
sebelum Dzul Hulaifah. Kalau miqatnya telah ditentukan, niscaya mereka
bersegera ke sana. Karena ke sana itu lebih sulit yang sudah tentu pahalanya
lebih banyak."
[4] Mengenai masalah mencium wewangian, maka riwayat ini
di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dengan sanad sahih. Adapun mengenai
masalah memandang dalam cermin (bercermin), maka hal ini di-maushul-kan oleh
ats-Tsauri di dalam Al-Jami' dan Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang sahih
darinya (Ibnu Abbas).
[5] Di-maushul-kan oleh Daruquthni dengan isnad yang di dalamnya Ibnu
Ishaq meriwayatkannya secara mu'an'an. Himyan itu kantong yang menyerupai tali
celana, untuk menaruh uang di dalamnya, dan diikat bagian tengahnya.
[6] Di-maushul-kan oleh Imam Syafi'i nomor 949 dengan sanad yang
lemah.
[7] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dari jalan Abdur Rahman
ibnul-Qasim dari ayahnya, dari ayahnya, dari Aisyah, sebagaimana disebutkan
dalam Al-Fath.
[8] Ketika ihram, dengan syarat tidak harum baunya, sebagaimana
diriwayatkan oleh Tirmidzi dari jalan lain dari Ibnu Umar secara marfu', dan
sanadnya lemah. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah darinya secara mauquf, dan
ini adalah yang paling sahih sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh. Disebutkan
oleh penyusun pada "29- BAB".
[9] Yakni, saya sebutkan kepada Ibrahim bin Yazid an-Nakha'i
perkataan Ibnu Umar mengenai hal itu. Lalu Ibrahim berkata, "Apa yang
engkau perbuat terhadap perkataannya?" Di dalam riwayat ini tidak
disebutkan perkataan Ibnu Umar yang diisyaratkan itu, dan perkataan itu
terdapat dalam riwayat lain yang telah disebutkan di muka pada "5 Al-GHUSL
/ 12 - BAB" dari Ibnu Umar, dia berkata, "Saya tidak suka berihram
dengan mengenakan wewangian." Imam Muslim menambahkan, "Sungguh, saya
melumuri pakaian dengan aspal itu lebih saya sukai daripada saya berbuat
begitu." Dalam riwayat ini terdapat pengingkaran terhadap Aisyah. Silakan
Anda baca! Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, "Dalam hal itu Ibnu Umar
mengikuti ayahnya. Karena, ayahnya tidak suka terus-menerus mengenakan
wewangian sesudah ihram sebagaimana akan disebutkan nanti. Sedangkan, Aisyah
mengingkari hal itu. Sa'id bin Manshur meriwayatkan dari jalan Abdullah bin
Umar bahwa Aisyah berkata, 'Tidak mengapa seseorang mengenakan wewangian ketika
hendak ihram.' Abdullah berkata, 'Saya memanggil seorang laki-laki ketika saya
duduk di sebelah Ibnu Umar. Lalu, saya suruh orang itu datang kepada Aisyah,
sedangkan saya sudah mengetahui apa yang pernah dikatakannya. Tetapi, saya
ingin mendengar dari Aisyah. Lalu utusan saya itu datang dan berkata,
'Sesungguhnya Aisyah berkata, 'Tidak mengapa mengenakan wewangian ketika hendak
ihram, maka kenakanlah apa yang engkau pandang perlu.' Abdullah bin Abdullah
bin Umar berkata, 'Maka, Ibnu Umar diam saja.'" Salim bin Abdullah bin
Umar juga tidak sependapat dengan ayahnya dan kakeknya mengenai masalah itu
berdasarkan hadits Aisyah. Ibnu Uyainah berkata, "Aku telah diberi tahu
oleh Amr bin Dinar dari Salim bahwa ada seseorang yang membicarakan perkataan
Umar mengenai masalah wewangian, lalu Salim berkata, 'Aisyah berkata, '...'
(sebagaimana dalam hadits itu). Salim berkata, 'Sunnah Rasulullah lebih berhak
untuk diikuti.'" Saya (al-Albani) berkata, "Demikianlah hendaknya
aplikasi 'ittiba'' kepada Rasulullah. Mudah-mudahan Allah memberi rahmat kepada
bapak-bapak yang telah meninggalkan anak-anak ideal yang lebih mendahulukan
sunnah Rasulullah daripada ijtihad orang tuanya sendiri. Maka, di manakah
posisi orang-orang belakangan yang sudah demikian jelasnya sunnah Rasulullah
bagi mereka dalam masalah ini, kemudian mereka tidak mengikutinya, dan lebih
mengutamakan bertaklid kepada mazhab atau jumhur dengan alasan bahwa mereka
lebih mengerti sunnah daripada kita? Bukankah Umar dan putranya Abdullah itu
secara umum lebih mengerti sunnah daripada Abdullah dan Salim dua orang anak
Ibnu Umar? Maka, apakah gerangan yang mendorong keduanya menyelisihi ayah dan
kakeknya? Apakah karena mereka berkeyakinan lebih mengerti daripada ayah dan
kakeknya? Tidak mungkin mereka bersikap begitu! Sikap mereka yang demikian itu
hanyalah semata-mata karena adanya sunnah yang mereka ketahui, dan ini bukan
berarti bahwa mereka lebih mengerti sunnah secara keseluruhan daripada ayah dan
kakeknya. Maka, apakah orang-orang yang suka taklid itu mau mengambil pelajaran
dari peristiwa ini, dan mengistimewakan Rasulullah untuk diikuti?'"
[10] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dengan sanad yang sahih
dari Aisyah.
[11] Tumbuhan berwarna kuning yang sangat harum baunya yang biasa
digunakan untuk mencelup pakaian menjadi warna kuning kemerah-merahan, baunya
sangat terkenal di Yaman.
[12] Di-maushul-kan oleh Baihaqi 5/52 tanpa menggunakan kata-kata
"memakai cadar", dan sanadnya sahih.
[13] Di-maushul-kan oleh Imam Syafi'i (969) dengan isnad yang lemah.
[14] Di-maushul-kan oleh Baihaqi (5/52) dengan sanad yang di dalamnya
terdapat orang yang tidak menyebutkan darinya dengan tidak menyebut khuf dan
merah mawar. Adapun tentang khuf, maka diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari
Ibnu Umar. Muwarrad adalah sesuatu yang dicelup warna mawar, dan hal ini akan
diriwayatkan secara maushul dalam bab Thawaf Kaum Wanita pada akhir hadits
Atha' dari Aisyah.
[15] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dan Ibnu Abi Syaibah.
[16] Di-maushul-kan oleh Imam Bukhari pada nomor 760 di muka.
[17] Diriwayatkan secara mu'allaq oleh penyusun (Imam Bukhari), tetapi
di-maushul-kan oleh Abu Nu'aim dalam al Mustakhraj.
[18] Di-maushul-kan oleh penyusun pada "64 - AL-MAGHAZI /
63-BAB".
[19] Saya berkata, "Umar tidak mengetahui apa sebab Rasulullah
tidak melakukan tahalul. Yaitu, sabda beliau, 'Seandainya saya tidak membawa
binatang kurban, niscaya saya bertahalul.' Sebagaimana sahabat-sahabat yang
tidak membawa kurban tidak mengetahui perintah Rasulullah untuk memfasakh haji
kepada umrah, sebagaimana yang akan disebutkan pada hadits Ibnu Abbas nomor 774
dan sesudahnya.'"
[20] Di-maushul-kan oleh ath-Thabari dan ad-Daruquthni dengan sanad
yang sahih darinya.
[21] Di-maushul-kan oleh Ibnu Khuzaimah dan ad-Daruquthni serta
al-Hakim dengan sanad yang sahih darinya (Ibnu Abbas), dan disebutkan secara
ringkas dalam akhir haditsnya yang tercantum pada nomor 259.
[22] Di-maushul-kan oleh Said bin Manshur, Abdur Razzaq, dan
lain-lainnya dari beberapa jalan dari Utsman yang saling menguatkan antara
sebagian terhadap sebagian lainnya sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh. Semua
riwayat yang marfu' tentang keutamaan ihram sebelum miqat, tidak ada yang
sahih.
[23] Yakni, apakah ini kehalalan umum bagi segala sesuatu yang tadinya
diharamkan ketika ihram, termasuk bersetubuh, ataukah ini kehalalan untuk sesuatu
tertentu?
[24] Diriwayatkan secara mu'allaq oleh Imam Bukhari, tetapi
di-maushul-kan oleh Ismaili. Di-maushul-kan oleh Imam Bukhari sendiri dari
jalan lain dari Ibnu Abbas yang semakna dengannya, dan sudah disebutkan pada
hadits nomor 768.
[25] Yaitu ibnu Musarhad al-Bashri, guru penyusun (Imam Bukhari) dalam
hadits ini.
*1*) Hadits Jabir yang tercantum pada nomor 205 kemudian diulang pada
nomor 782, maka yang pertama itu dikesampingkan, dan yang dilengkapi ini adalah
yang kedua (nomor 782) sebagai berikut: "Pada waktu Ka'bah dibangun, Nabi
dan Abbas mengangkut batu (untuk membangun Ka'bah sambil beliau mengenakan sarung
1/96). Lalu (pamannya), Abbas, berkata kepada Nabi, 'Wahai anak saudaraku!
Ikatkanlah sarungmu ke lehermu. (Dan dalam satu riwayat: Alangkah baiknya kalau
engkau lepaskan sarungmu dan engkau letakkan di atas pundakmu untuk
melindungimu dari batu.') Jabir berkata, "Lalu, beliau melepaskannya dan
meletakkannya di atas pundak beliau. Kemudian beliau jatuh pingsan ke tanah,
dan kedua mata beliau memandang ke langit. (Kemudian beliau siuman), lalu
bersabda, 'Bawa kemari sarungku!' Lalu, beliau mengikatkannya pada tubuh
beliau. (Maka, sesudah itu beliau tidak pernah terlihat tanpa pakaian)."
[26] Al-Hafizh tidak membawakan tambahan ini di dalam mensyarah hadits
ini di sini. Tetapi, ia menyebutkan tambahan dari riwayat Zam'ah bin Shalih
dari az-Zuhri yang menjadi sumber haditsnya dengan lafal, "Yaumal Fathi
'pada hari Fathu Makkah'." Sedangkan, Zam'ah itu dhaif. Kemudian al-Hafizh
mengkompromikan antara riwayat itu dengan riwayat sesudahnya dengan
mengemukakan kemungkinan terjadinya beberapa kisah, dan riwayat pertama
didukung oleh hadits Abu Hurairah yang akan disebutkan.
[27] Di-maushul-kan oleh Ahmad dengan sanad yang sahih. Tetapi,
penyusun (Imam Bukhari) mengisyaratkan bahwa riwayat ini ganjil, dengan
menguatkan riwayat yang pertama atas riwayat ini. Namun, kedua riwayat ini
dapat dkompromikan sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh, bahwa hajinya manusia
sesudah keluarnya Ya'juj dan Ma'juj itu tidak menutup kemungkinan masih
dilaksanakannya haji pada waktu telah dekat munculnya tanda-tanda hari kiamat.
[28] Yakni, emas dan perak dari perbendaharaan yang ada padanya, yang
diberikan orang kepadanya. Mereka biasa melemparkannya ke dalam Baitullah.
Lalu, Sayyidina Umar bermaksud membagi-bagikannya kepada kaum muslimin.
[29] Ini adalah bagian dari hadits yang di-maushul-kan oleh penyusun
pada bagian-bagian awal "34 -AL-BUYU".
[30] Di-maushul-kan oleh Sufyan ats-Tsauri di dalam Jami-nya, dan oleh
al-Fakihi di dalam Kitabu Makkah dengan sanad yang sahih.
[31] Hadits ini diriwayatkan secara mu'allaq oleh Imam Bukhari, tetapi
di-maushul-kan oleh al-Jauzaqi. Ia memiliki beberapa jalan lain dalam al-Musnad
(1/217, 246, 332, 372, 4/94, 98). Pada sebagian riwayat disebutkan bahwa
Muawiyah berkata kepada Ibnu Abbas, "Anda benar", akan tetapi
sanadnya lemah.
[32] Maksudnya, tidak seyogianya bagi seseorang menjaga (menghalangi).
[33] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dengan sanad yang sahih darinya.
[34] Tambahan ini gugur (tidak ada) dalam naskah kami, tetapi terdapat
dalam sebagian naskah, di antaranya naskah Al-Fath.
[35] Di-maushul-kan oleh Said bin Manshur dari Jamil bin Zaid dari
Ibnu Umar yang serupa dengan itu. Akan tetapi, Jamil ini lemah. Di-maushul-kan
oleh Abdur Razzaq dengan sanad yang sahih dari Abdur Rahman bin Abu Bakar.
[36] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dengan sanad yang sahih darinya.
[37] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Ismail secara ringkas,
dan di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dari Ma'mar dari az-Zuhri secara lengkap,
dan sanadnya sahih.
[38] Diriwayatkan dengan redaksi yang hampir sama maknanya pada nomor
322.
[39] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dengan dua isnad yang sahih
darinya.
[40] Di-maushul-kan oleh Imam Malik dengan sanad sahih darinya.
[41] Telah disebutkan di muka pada "9-AL-MAWAQIT / 33 - BAB"
dari jalan lain selain Aisyah dengan redaksi yang lebih lengkap daripada yang
di sini.
[42] Al-Hafizh berkata, "Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari jalan
Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa Nabi melakukan thawaf di atas unta beliau.
Kemudian beliau menderumkan unta itu sesudah selesai thawaf, lalu mengerjakan
shalat dua rakaat" Kemungkinan pada waktu itu beliau minum air zam-zam
sebelum kembali kepada unta beliau dan pergi ke Shafa. Bahkan, inilah yang
sudah jelas. Karena, yang menjadi alasan Ikrimah untuk menolak keberadaan
beliau minum sambil berdiri itu ialah riwayat yang ada padanya bahwa Rasulullah
thawaf di atas unta, dan pergi ke Shafa di atas unta itu dan melakukan sa'i di
atas unta itu juga. Akan tetapi, aktivitas itu diselingi dengan melakukan
shalat dua rakaat thawaf, dan terdapat riwayat yang sah bahwa beliau melakukan
shalat ini di atas tanah. Maka, apakah gerangan yang menghalangi kemungkinan
beliau pada waktu itu minum air zam-zam sambil berdiri sebagaimana yang
diriwayatkan asy-Syabi dari Ibnu Abbas?
[43] Al-Hafizh berkata, "Imam Bukhari tidak menyebutkan redaksi
pertanyaan dan jawabannya, dan ia mencukupkan yang marfu saja. Imam Muslim
meriwayatkannya dari jalan ini dengan lafal bahwa seorang laki-laki dari Irak
bertanya kepadanya, 'Tanyakanlah untukku kepada Urwah ibnuz Zubair tentang
hukum seseorang yang melakukan ihram haji, apakah telah selesai thawaf, apakah
ia boleh tahalul atau tidak? Jika ia berkata kepadamu, 'Tidak boleh,' maka
katakan kepadanya bahwa ada seseorang yang berkata begitu. Lalu saya bertanya
kepadanya, kemudian Urwah menjawab, 'Tidak boleh tahalul orang yang berihram
untuk haji kecuali untuk haji.' Laki-laki itu mendesakku, lalu saya ceritakan
kepadanya. Kemudian ia bekata, 'Katakanlah kepadanya, karena ada seseorang yang
memberitahukan bahwa Rasulullah pernah berbuat begitu, dan bagaimana dengan
Asma dan Zubair yang telah melakukan hal itu? Ia berkata, "Lalu aku datang
kepada Urwah, lantas saya beritahukan hal itu kepadanya. Kemudian ia bertanya,
'Siapakah ini?' Saya jawab, 'Tidak dikenal, yakni saya tidak mengetahui
namanya.' 'Mengapa dia tidak datang sendiri untuk menanyakannya kepadaku? Saya
kira dia orang Irak, sedangkan orang-orang Irak itu keras kepala di dalam
menghadapi persoalan-persoalan.' Urwah berkata, 'Sesungguhnya Rasulullah telah
menunaikan haji.'" Lalu Imam Muslim menyebutkan hadits itu.
[44] Di-maushul-kan oleh al-Fakihi dari dua jalan dari Ibnu Umar, dan
pada salah satunya terdapat tambahan: Sufyan berkata, "Ia adalah di antara
dua tanda ini."
[45] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur darinya dengan lafal,
"Saya melihat Ibnu Umar di masjid, lalu dikatakan kepadanya bahwa bulan
sabit telah tampak, kemudian disebutkan kisah ini. Lalu dia diam saja, sehingga
ketlka hari Tarwiyah (8 Dzul Hijjah), dia datang ke Bath-ha'. Setelah
kendaraannya siap, dia lantas melakukan ihram."
[46] Di-maushul-kan oleh Muslim (4/37) darinya, dan dia adalah Ibnu
Abi Sulaiman.
[47] Di-maushul-kan oleh Muslim juga (4/36).
[48] Di-maushul-kan oleh penyusun (Imam Bukhari) dalam Ath-Thaharah
(109).
[49] A1-Hafizh berkata, "Di-maushul-kan oleh Ibrahim al-Harbi di
dalam 'al-Manasik'." Saya (Albani) katakan, "Dan pada bagian akhirnya
terdapat tambahan: 'di rumahnya', dan sanadnya sahih. Dan atsar ini tidak
terdapat di dalam 'Nuskhah al-Manasik' yang diterbitkan dan ditahqiq oleh rekan
kami yang terhormat Ustadz Ahmad al-Jasir. Menurutnya, yang rajih (kuat)
riwayat itu dari al-Harbi, tetapi menurut saya yang rajih tidak demikian.
[50] Saya berkata, "Isnadnya mu'allaq menurut penyusun, dan
di-maushul-kan oleh a1-Ismaili dengan sanad yang sahih, tetapi riwayat yang
serupa di-maushul-kan uleh penyusun pada bab sebelumnya.
Sumber: Ringkasan Shahih Bukhari - M. Nashiruddin Al-Albani - Gema Insani Press
Copas dari HadistWeb 4.1 link 4 silahkan baca dan donwload aplikasinya
disini